Orangutan Dibantai dan Dimasak di Area Perkebunan Sawit Kalimantan

By , Jumat, 17 Februari 2017 | 19:30 WIB

Kejahatan terhadap satwa liar dilindungi kembali terjadi. Satu individu orangutan dibunuh, dimasak dan dikonsumsi oleh sekelompok orang di area perkebunan kelapa sawit di Desa Tumbang Puroh, Kecamatan Kapuas Hulu, Kapuas, Kalimantan Tengah.

Kejadian itu terungkap setelah Yayasan Borneo Orangutan Survival (BOS) menerima laporan lengkap beserta foto yang menampilkan proses mulai dari sesaat orangutan telah dibunuh, dipotong-potong dan dimasak. Dari laporan tersebut, diketahui bahwa peristiwa pembantaian terjadi pada 28 Januari 2017.

“Kalau hanya sekedar informasi tanpa foto, apalagi melalui pesan dan tanpa identitas jelas, kita tidak percaya. Tapi pelapor juga menyampaikan beberapa foto dari saat orangutan ditembak, dipotong-potong hingga dimasak agar bisa dikonsumsi,” kata Humas Yayasan BOS, Monderato Fritman, seperti dikutip dari Antara Kalteng.

Baca juga:

Matinya Induk Orangutan

Orangutan Turut Jadi Korban Kebakaran Hutan yang Merajalela

Dilansir dari Antara Kaltengperistiwa ini bermula ketika seorang operator perkebunan yang tengah melangsir buah sawit bertemu dan dikejar orangutan di area perkebunan sawit milik PT Susantri Permai. Operator tersebut kemudian berlari menyelamatkan diri ke kamp pekerja.

Sesampainya di kamp, ia menceritakan peristiwa yang baru dialaminya kepada sesama rekan pekerja maupun warga sekitar. Para pekerja bersama warga lantas mencari orangutan yang dimaksud dan baru bertemu di Blok F11 atau F12.

Seseorang dari pekerja maupun warga itu ada yang membawa senapan lalu menembak orangutan tersebut. Orangutan itu pun mati, kemudian dikuliti dan dipotong-potong untuk dimasak serta dikonsumsi.

Yayasan BOS kemudian berkoordinasi dengan Penegak Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK) yang terdapat di Kalimantan Tengah untuk menindaklanjuti laporan dan memproses perkara tersebut secara hukum.

Berhasil Diringkus

Tak lama setelah kasus tersebut dilaporkan, Polres Kapuas akhirnya berhasil meringkus pelaku pembantaian orangutan tersebut. Dari sepuluh orang yang diduga terlibat, tiga di antaranya telah dinyatakan sebagai tersangka. Ketiganya diketahui merupakan karyawan PT. Susantri Permai. Sementara itu, tujuh lainnya masih berstatus sebagai saksi, termasuk dua orang perempuan yang bertugas memasak daging orangutan.

“Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka karena mereka memiliki masing-masing peran yang sangat vital, mulai menembak, membawa orangutan dan membantai,” kata Kapolres Kapuas AKBP Jukiman Situmorang SIK, Kamis (16/2), seperti dilansir dari Antara.

Baca juga:

Lagi, Orangutan Korban Konflik Ruang Antara Manusia dan Satwa

Kasus Orangutan Dibunuh dan Dibakar untuk Dimakan Kembali Terjadi

Polisi berhasil mengamankan sejumlah barang bukti kasus ini berupa tulang belulang dan daging orangutan yang tersisa, senapan angin, golok, telepon genggam, parang, Handy Talky (HT), hand tractor untuk mengangkut orangutan, dan panci yang digunakan untuk memasak daging orangutan.

Ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 21 ayat 2 huruf A dan Pasal 40 ayat 2 UU RI No. 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara dan denda seratus juta rupiah.

Di ambang kepunahan

Orangutan kalimantan (Pongo pygmeaus) merupakan salah satu spesies yang kini berada di ambang kepunahan. Data dari International Union for Conservation of Nature (IUCN) menyebutkan, populasi orangutan kalimantan telah menyusut lebih dari 60 persen dalam 40 tahun terakhir. Saat ini, diperkirakan kurang dari 54.000 individu orangutan kalimantan yang tersisa di dunia dan diproyeksikan hanya tersisa kurang dari 47.000 pada 2025 mendatang. Akibat penurunan tajam ini, IUCN menaikkan status orangutan kalimantan dari Terancam Punah (Endangered) menjadi Kritis (Critically Endangered) pada Juli tahun lalu.

Baca juga:

Status Konservasi Orangutan Borneo Naik dari "Endangered" Menjadi "Critically Endangered"

Dua Foto Orangutan yang Menggugah Dunia

Tabel presentase penurunan populasi orangutan kalimantan dan penyebab-penyebab utamanya. (iucnredlist.org)

Ada beberapa penyebab utama penurunan populasi orangutan kalimantan, di antaranya hilangnya habitat, perdagangan ilegal, konflik satwa dan manusia, serta kebakaran hutan. Selain itu, orangutan juga sering kali diburu karena dianggap sebagai hama dan dibunuh untuk dikonsumsi dagingnya.

Kasus pembantaian orangutan kali ini merupakan contoh akibat hilangnya habitat dan konflik dengan manusia. Luas hutan yang semakin menyusut akibat ekspansi perkebunan menyebabkan orangutan kehilangan habitat, sumber makanan, dan ruang jelajah. Orangutan yang habitatnya terganggu akan menjelajah perkebunan atau kawasan tempat tinggal manusia. Tak pelak lagi, perebutan ruang dan konflik antara manusia dan orangutan terjadi hingga biasanya berujung pada kematian si orangutan.

Baca juga:

Foto-foto Orangutan, Makhluk Menawan yang Terancam Punah

Orangutan Beri Petunjuk Asal-usul Kemampuan Berbicara Manusia

Pentingnya upaya kolektif

CEO Yayasan BOS, Jamartin Sihite, dalam siaran persnya mengatakan, tindakan pembunuhan orangutan dan kemudian mengonsumsinya ini amat sangat keji serta menunjukkan bahwa manusia tidak menghargai lingkungan dan seisinya.

 “Kita harus hentikan tindakan-tindakan yang keji dan tidak sepantasnya dilakukan seperti ini. Tidak hanya dilindungi Undang-undang, orangutan juga jelas-jelas bukan satwa yang layak untuk dikonsumsi,” ujar Jamartin.

Ia juga mengatakan, kenyataan bahwa perusahaan tempat kesepuluh pelaku bekerja merupakan anak perusahaan dari grup kelapa sawit asing yang tergabung dalam Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) membuat pihaknya menghimbau perlu adanya tindakan tegas dari RSPO.

Baca juga:

Pembukaan Lahan Kelapa Sawit, Orangutan Terancam

Kisah Orangutan di Hulu Kapuas

"Selain itu, diperlukan juga penyuluhan intensif kepada pekerja dan masyarakat sekitar kebun kelapa sawit bahwa orangutan itu satwa yang dilindungi dan ada hukuman bagi siapa saja yang menyebabkan kematian orangutan," tambahnya.

Kasus seperti ini ibarat puncak gunung es dari seluruh tindakan pelanggaran hukum terkait pembunuhan satwa liar yang dilindungi. Banyak kasus serupa yang terjadi, namun ditutup rapat dan tidak pernah dilaporkan.

Karena itu, dibutuhkan peningkatan upaya kolektif oleh  lembaga dan organisasi terkait untuk terus memberantas kejahatan terhadap satwa liar. Bukan hanya itu, masyarakat juga diharapkan untuk berpartisipasi aktif melaporkan kepada pihak yang berwenang ketika menjumpai kasus kejahatan terhadap satwa liar, agar “gunung es” yang tidak terlihat itu akhirnya bisa terungkap secara tuntas.