Asa di Balik Terik Mentari Taka

By , Minggu, 30 Oktober 2016 | 18:30 WIB

Hehmm, melibatkan masyarakat sekitar kawasan? Terdengar klise memang. Tapi, saat ini, era informasi yang tertutup sudah benar-benar punah. Setiap orang bisa akses informasi dengan mudah, teknologi digital telah menyediakannya. Itu sebabnya, masyarakat pulau tak lagi mau menjadi penonton. Mereka ingin menjadi tuan rumah dan terlibat aktif dalam setiap kegiatan wisata yang ada di dalam kawasan.

Terumbu karang yang ada di kawasan Taman Nasional Taka Bonerate, Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan menjadi magnet bagi penyelam yang datang dari berbagai daerah, bahkan mancanegara. (Asri)
!break!
Wisata selam menjadi andalan dalam pengembangan kegiatan wisata di kawasan Taman Nasional Taka Bonerate, Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan. (Asri)

Di sela acara Kemah Konservasi yang digelar balai taman nasional pada 24 – 26 Oktober, Jusman memaparkan sejumlah rencana pengelolaan wisata di dalam kawasan lindung nasional ini. Ia menayangkan video olah visual tiga dimensi yang menunjukkan rencana pembangunan infrastruktur wisata Tinabo kepada masyarakat pulau di dalam kawasan, termasuk Kepala Kecamatan Taka Bonerate dan Kepala Desa Pasitallu Tengah.

“Saya mau tanya nanti, kenapa bangunan itu dibuat di tepi pantai. Seharusnya bisa dibuat lebih ke dalam sehingga tak merusak pemandangan dari jauh,” bisik Ngakan Putu Oka kepada saya sewaktu mendengarkan pemaparan Jusman di Pasitallu Timur. Di tengah pulau yang berada sebelah selatan dan dicapai sekitar tiga jam perjalanan laut dari Tinabo ini, seluruh kegiatan Kemah Konservasi berlangsung.

Oka, begitu sapaan karibnya, termasuk audiens diskusi yang kritis. Maklum, lelaki Bali yang menghabiskan lebih dari separuh hidupnya tinggal di Makassar ini tercatat sebagai pengajar di Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin. Penyuka kegiatan kemah di hutan ini mendapatkan gelar pasca sarjana dan doktoral di sebuah universitas di Kagoshima, Jepang. Tak heran, ia terbiasa kritis dalam memandang suatu ide dan ingin memberikan kontribusi solusi atas masalah yang ada.

Tapi, belum lagi, Oka melontarkan pertanyaan kepada Jusman. Saya lebih dulu tertarik dengan pertanyaan seorang warga tentang pengelolaan kapal penumpang wisata di dalam kawasan. Rupanya, saat ini, belum ada pengaturan khusus dalam hal pengangkutan wisatawan yang ingin melancong ke pulau-pulau di Taka Bonarate, termasuk Tinabo. Warga yang bertanya itu khawatir jika belum ada pengaturan itu bisa menimbulkan kecemburuan di antara mereka.

Pemandangan matahari terbenam di Pulau Pasitallu Timur. Panorama membuat decak kagum ini menjadi salah satu atraksi wisata yang bisa didapatkan di wilayah Taman Nasional Taka Bonerate, Kepulauan Selayar. (Sanovra Jr/Tribun Timur)

“Kami akan segera tindak lanjuti, Pak. Terima kasih atas masukan tadi. Untuk transportasi laut, kami tak bisa memutuskannya sendiri. Sebab, kami harus berkoordinasi dengan pihak Dinas Perhubungan dan Syahbandar. Hal ini berkaitan juga dengan syarat keselamatan kapal,” jawab Jusman.

Ia juga meminta Abdul Rajab yang berada di sisinya untuk segera bertindak. “Saya minta Pak Rajab segera menindaklanjuti persoalan ini. Karena hal ini penting sekali ya. Kita harus segera melakukan koordinasi ya,” pinta Jusman. Rajab segera mengangguk dan mencatat permintaan itu.

Sebagai bawahan, Abdul Rajab siap mengemban tugas. Lelaki asal Makassar ini bertugas sebagai Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional wilayah II Jinato (yang mencakup pulau-pulau di bagian selatan kawasan). Dengan jabatan itu, Rajab menjadi perpanjangan tangan Jusman dalam mengelola sepenggal kawasan lindung yang punya luas wilayah 27 kali dari besaran Kota Makassar, pusat peradaban Sulawesi Selatan.

!break!
Nudibranch, atau kelinci laut, dapat kita jumpai di wilayah perairan dangkal kawasan Taman Nasional Taka Bonerate, Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan. (Asri)

Tinabo telah menjadi kata umum di telinga penyelam nusantara. Bahkan, banyak penyuka wisata selam yang datang dari luar negeri turut menyambangi pulau nan sedap dipandang dari udara ini. Tujuan mereka jelas, ingin menikmati kekayaan laut dangkal di perairan tropis nan hangat.

Janji yang tersuratkan dalam sejumlah materi promosi taman nasional tampak nyata. Penyelam bisa melihat aneka jenis ikan cantik di antara kumpulan terumbu karang yang memancarkan warna khas. Belum bagi penyuka hobi fotografi bawah air, sejumlah titik selam di Tinabo dan sekitarnya menawarkan subjek visual nan kaya.

Di antara pulau-pulau lainnya di dalam kawasan, Tinabo telah memiliki kelengkapan buat menyambut penyelam dan wisatawan bahari. Resor telah terbangun. Akomodasi dan logistik tersedia. Sejumlah alat snorkeling juga bisa kita sewa. Akses transportasi pun mudah.

“Ayo, kita renang dulu. Kalau sudah sampai sini, ndak sah kalau belum berenang di laut,” ajak Sanovra Jr, fotografer yang bekerja untuk Tribun Timur sudah bertelanjang dada dan mengenakan celana setinggi lutut. Celananya sudah basah, sebab sejak tiba, Sanovra sudah asyik memotret aktivitas wisatawan dan peserta Kemah Konservasi yang berenang di tepian pulau bersama sekelompok anak hiu sirip hitam.