Komunitas Korea Utara di Jepang, Jejak Nyata Perang Dunia II dan Korea

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Minggu, 16 Januari 2022 | 08:00 WIB
Para perempuan berasal dari Jepang ini adalah keturunan Korea. Mereka berfoto ketika mengunjungi Korea Utara dan menemui Eric Lafforgue. Menurut keterangan mereka, ada banyak penduduk Korea di Jepang. (Eric lafforgue/Flickr)

Jika mereka sudah ada sejak masa pendudukan Jepang di Korea jauh sebelum kemerdekaan yang terpisah, bagaimana bisa penduduk ini dinyatakan sebagai orang Korea Utara secara politis?

Mengutip dari Vox, ketika Jepang kalah di Perang Dunia II Korea dibagi menjadi dua bagian, utara yang dikuasai Uni Soviet dan Selatan oleh Amerika Serikat. Banyak warga Korea yang pulang saat itu, kecuali 600.000 orang.

Baca Juga: Peneliti Temukan Asal-Usul Tunggal Bahasa Jepang, Korea, dan Turki

Namun, ketika Perang Korea terjadi tahun 1950-an dan membagi Korea dalam dua negara secara jelas, mereka yang berada di Jepang harus memutuskan negara mereka yang dipilih. Banyak yang memilih untuk jadi bagian Korea Selatan, tetapi Korea Utara sangat memperhatikan mereka dengan mengirimkan uang, membangunkan sekolah, dan bisnis.

Pada 1952, Kim Il-sung membuat gerakan sosialis Zainichi, dan penduduk Korea di Jepang mengikutinya. Gerakan ini bukanlah untuk revolusi sosialis di Jepang, melainkan bertujuan untuk menyatukan semenanjung Korea di bawah sosialisme.

Kenki Aoyama, mantan mata-mata Korea Utara yang lahir dari orang tua Korea di Jepang yang nama aslinya tidak diungkapkan, menceritakan sejarah komunitasnya di BBC. Pada 1950-an itu, gerakan sosialis Korea mengajak penduduk di Jepang untuk pindah ke Korea Utara.

Dijanjikan, Korea Utara adalah surga di bumi, dan ia tertarik ke sana pada usia 21 tahun pada 1960. Setibanya di sana, ia kecewa karena negeri itu belum pulih dari Perang Korea dan sangat miskin.

Kapal yang membawa repatriat ini berangkat dari Jepang ke Korea, menandakan betapa rindunya masyarakat Korea kepada tanah air mereka yang telah lama dirundung perang. (Photograph Gazette/Pemerintah Jepang)

"Tidak butuh waktu lama bagi realitas Korea Utara untuk meresap. Itu bukan surga, itu neraka," katanya pada BBC tahun 2003. Aoyama tidak sendiri, diperkirakan ada 10.000 orang Korea di Jepang yang menghilang dengan cara ini, dan kebanyakan mereka menghilang di "surganya" ketika mendengar siaran di luar negeri di radio.

Aoyama kemudian kembali ke Jepang lewat berbagai halang rintang. Dia beruntung terbebas dari upaya pembersihan berturut-turut pada 1960-an, dan kelaparan besar di Korea Utara pada 1990-an. Dia berhasil melarikan diri dari rezim Pyongyang setelah menjadi mata-mata pada 1998 lewat bantuan Kementerian Luar Negeri Jepang di Beijing.

Diskriminasi menolak penduduk Korea Utara

Johnny Harris, koresponden Vox mengungkap pengalamannya mengunjungi komunitas Korea Utara di Jepang. Menurut penelusurannnya, orang-orang Korea di Jepang masih bertahan berkat bantuan kebijakan Kim Il-sung, lewat organisasi Chongryon.

Awalnya, beberapa usaha milik orang Korea di Jepang menghidupi mereka, terutama perjudian. Sebagian dari uang yang dihasilkan harus dibagikan untuk mendukung pemerintahan Korea Utara.