Komunitas Korea Utara di Jepang, Jejak Nyata Perang Dunia II dan Korea

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Minggu, 16 Januari 2022 | 08:00 WIB
Para perempuan berasal dari Jepang ini adalah keturunan Korea. Mereka berfoto ketika mengunjungi Korea Utara dan menemui Eric Lafforgue. Menurut keterangan mereka, ada banyak penduduk Korea di Jepang. (Eric lafforgue/Flickr)

"Tapi ada sesuatu yang menjadi akhir kekuasaan usaha orang Korea di Jepang," ungkap Harris.

"Pada 70-an, Korea utara mulai mengirimkan mata-mata dalam penyamaran sebagai penangkap ikan ke perairan Jepang, dan mulai menculik orang Jepang, dan membawanya ke Korea utara sehingga bisa mempelajari bahasa dan budaya Jepang agar bisa melatih mata-matanya."

Baca Juga: Kisah Cinta Terpendam 1.500 Tahun Pangeran Persia dan Putri Korea

Di saat yang sama Korea Utara mengembangkan program misil jarak jauh yang dapat digunakan untuk nuklir. Ketika kedua fakta ini terungkap pada 2003 oleh pernyataan resmi pemerintah Korea Utara, orang Jepang beraksi menolak adanya orang Korea Utara di Jepang dengan kekerasan dan ujaran kebencian.

"Pemerintah Jepang meminta Chongryon membayar hutang-hutang mereka. Ketika organisasi itu tidak bisa membayar, mereka dipaksa untuk bangkrut," lanjut Harris.

Banyak dari bangunan termasuk kanto-kantor besar disita, dan hanya menyisakan tiga sekolah yang jadi incaran anti-Korea Utara.

Melansir Al Jazeera, sebagian besar masyarakat Korea Utara mengeluh karena tidak mendapatkan pekerjaan di perusahaan-perusahaan arus utama Jepang, bahkan tidak bisa mendapatkan kewarganegaraan Jepang bila ingin pindah.

Ruang kelas di Tokyo Korean High School dengan foto Kim Il-sung dan Kim Jong-il pada 2010. (Wkimedia Commons)

Beberapa orang tua tidak bisa membiayai anaknya di sekolah Korea Utara sendiri karena harganya mahal, dan mulai menyekolahkannya di sekolah Jepang ketika pemerintahan Jepang menggratiskan biaya sekolah pada 2010. Beberapa sekolah Korea Utara mengajukan penggratisan agar dapat melestarikan pendidikan tetapi ditolak. Mereka pun protes.

2018, merkea mendapatkan penggratisan sekolah oleh pemerintah Jepang, setelah pengadilan Tokyo mempertimbangkan kurikulum Chongryon dan menganggap mereka bahaya bila tidak diladeni.

Namun, ancaman dari nasionalis Jepang tetap tidak terhindarkan saat Jepang memperpanjang sanksinya terhadap Korea Utara sampai 2020. Alasannya, mereka belum yakin langkah-langkah kesepatakan Korea Utara untuk denuklirisasi dapat dipercaya.

"Penculikan Korea Utara terhadap warga negara Jepang, dan program rudal, serta nuklir Korea Utara telah menjadikan sekolah-sekolah ini menjadi target organisasi sayap kanan Jepang yang mengeklaim bahwa sekolah tersebut adalah kedok program mata-mata Korea Utara," kata Markus Bell, dosen di Korean and Japanese studies at The University of Sheffield.

"Orang Jepang biasa apatis atau benci harus membayar pajak untuk menjaga sekolah-sekolah ini tetap buka. Dalam mencabut subsidi, prefektur mengikuti jejak Abe (Perdana Menteri Jepang periode 2012-2020) dalam mengambil garis keras terhadap Korea Utara dan kepentingannya di Jepang."

Sentimen terhadap Korea Utara membuat komunitas mereka di Jepang semakin menguat untuk mempertahankan identitasnya.

Baca Juga: Krisis Suksesi Monarki Kuno Jepang: Tidak Ada Ahli Waris Laki-lakinya