Berkelana di Pesona Biak

By , Rabu, 10 Januari 2018 | 15:00 WIB
Mendekati si Dumbo, tokoh kartun Gajah kecil bertelinga besar yang menjadi julukan bagi PBY Catalina. (Christantiowati)

Kami mengawali 8 kali penyelaman yang dijadwalkan di Biak dengan wreck diving. Sasaran kami berada di kedalaman 21-30 m: PBY Catalina, pesawat amfibi produksi Consolidated Aircraft selama 1930- 1940. Buatan Amerika ini jadi sa­lah satu pesawat beragam pe­ran yang paling diandalkan se­lama Perang Dunia II. Tu­gas­nya memunguti pilot pe­sawat yang jatuh ke laut, dan anti kapal selam dengan men­jatuhkan bom begitu si ka­­pal ter­pantau. Saya nya­ris tak ber­kedip melihatnya.

Berbeda dari ke­­­ba­nyakan rongsokan pe­sa­wat yang telah jadi rum­pon ba­wah laut —patah, ber­­­­­­­lubang be­sar, merapuh— Ca­­­­talina nyaris utuh! Po­­si­si­nya ang­­gun, moncong mengarah ke atas, ka­­ki dan ekor yang me­­na­pak mantap di dasar laut,  me­­­­­ngesankan seolah-olah ia me­­­­mang sengaja diletakkan di situ. Konon, pesawat ini teng­gelam ka­­­­­rena terbakar ketika sedang berlabuh. En­tahlah.

Baca juga: Dikira Tidak Aktif, Gunung di Papua Nugini Meletus

Saya cukup puas bisa me­nangkap se­ba­­gian tu­buh­nya dalam kamera saku ana­­­log bawah laut saya, Sea&Sea MX-II, se­­­mentara Nia, Andrias, Budhi, Iman me­muaskan memotret utuh dari segala posisi de­ngan kamera SLR, housing dan strobe pro­fesional mereka. Terumbu karang  ‘mis­­­kin’ tanpa banyak karang lunak dan ka­rang batu hidup agaknya membuat laut se­bening kristal. Tapi ikan lepu ayam, nudibranch (siput laut tak bercangkang) bah­­kan si langka kaibam (ikan Napoleon Wrasse), menemani kami berputar-putar, me­­ngagumi si Catalina.

Karang otak (Lobophyllia sp) dan seroja laut (Dendronephthya sp.) subur, tapi mengapa sepi ikan? (Christantiowati)

Penyelaman kedua, kami ke Kepulauan Padaido, gugus 30 pulau di tenggara Biak. Sesuai maknanya dalam bahasa Biak —ke­in­dahan yang sulit dilukiskan— me­mang me­ngundang decak ketika kami hampiri. Kadang disebut Schoutenlands untuk menghormati Willaim Schouten yang ‘menemukan’ kepulauan ini pada 1962. Sayangnya, penyelaman di Marina Point, Pulau Owi, buat saya ‘membosankan.’ Wajah terumbu karang tak berbeda dari penyelaman pertama, dan ikan begitu sepi. Ada kepiting lumayan besar, seukuran dua telapak tangan terjerat tali pancing. Saya tak bisa melepaskan talinya. Budhi yang membawa pisau selam pun membantu.

Salmon dan Alfred Mambrasa rajin juga mencari objek, menukik sekitar 10 meter ke bawah saya yang bertahan di posisi 20-an meter saja. Lalu terdengar denting tangki udara yang dipukul  tongkat besi, Alfred memberi isyarat, telapak tangan vertikal di depan dahi —ada dua hiu! Kami spontan menukik. Hiu pasti berkelebat pergi begitu dihampiri.

Wall diving di penyelaman ketiga di Pulau Rurbas kecil diwarnai terumbu ka­rang lumayan subur, beberapa bagian po­rak-poranda, khas terkena bom ikan, tapi sebagian mulai ditumbuhi soft coral. Ikan tetap sedikit sekali, mungkin ber­ke­­lana ke tempat lain yang lebih banyak ma­kanannya. Saya fokus mengamati hal-hal kecil: kepiting laba-laba di karang lu­nak gelembung, nudibranch hijau.

Giru si clown fish agaknya sedang dalam masa kawin. Mereka yang biasa tenang-tenang di anemon, tiba-tiba menghampiri saya yang masih berjarak beberap meter da­ri­nya. Saya teringat pengalaman di Ba­li, ke­tika tangan saya dan rekan pernah di­pa­tuk hingga berdarah oleh makhluk kecil meng­gemaskan yang berubah galak kalau me­nyangkut perlindungan anak.

Baca juga: Peneliti Temukan Rahasia Penyakit Malaria, Jalan Bagi Vaksin Baru

Kami makan malam sedap  dengan papeda  (bubur sagu) yang disantap dengan kuah ikan segar di rumah makan di pusat kota. Dengan perut puas, kami menuju Pasar Inpres Biak. Sejumlah penjaja menata pinang, sirih, kapur di meja-meja kecil. Akhirnya kami menemukan sasaran utama: durian! Terutama bagi saya dan Andrias, daging tebal kering legit ‘pahit’ beralkohol yang didatangkan dari pulau-pulau sekitar itu betul-betul mantap. Hari pertama yang menyenangkan.

Kembali ke hari kedua

Salmon, Alfred dan juru mudi perahu muncul dengan masing-masing menjinjing jerigen solar. Mereka berhasil membeli walau toko be­lum buka.