Nationalgeographic.co.id—Selama bertahun-tahun, gunung berapi Hunga Tonga-Hunga Ha'apai menyembul dari laut dalam bentuk sepasang pulau berbatu mungil. Pulau yang satu bernama Hunga Tong dan yang lainnya Hunga Ha'apai.
Letusan tahun 2014 menciptakan pulau ketiga yang menghubungkan semuanya menjadi satu daratan. Ketika gunung berapi itu meletus pada bulan Desember, pulau tak berpenghuni itu perlahan-lahan tumbuh. Bongkahan batu vulkanik dan abu membangun lahan baru.
Letusan dahsyat berikutnya pada tanggal 15 Januari menunjukkan ada ‘binatang buas’ yang bersembunyi di bawah ombak. Cepat atau lambat, gunung berapi itu akan naik ke permukaan.
Siklus kehancuran dan kelahiran kembali ini adalah sumber kehidupan gunung berapi. Hunga Tonga-Hunga Ha'apai hanyalah salah satu dari banyak gunung berapi yang berada di wilayah Kerajaan Tonga.
Namun energi luar biasa dari ledakan terbaru ini tidak seperti yang terlihat dalam beberapa dekade terakhir. Ledakannya diperkirakan oleh NASA setara dengan lima hingga enam juta ton TNT. Letusan itu mengirim gelombang tsunami melintasi Samudra Pasifik serta melepaskan ledakan sonik yang melesat ke seluruh dunia dua kali. Tidak ketinggalan, gumpalan abu dan gas yang ditembakkan ke stratosfer setinggi 30-55 km.
Semua efek ini terjadi satu jam setelah letusan. “Sejauh ini segala sesuatu tentang letusan ini sangat aneh,” kata Janine Krippner, ahli vulkanologi dari Program Vulkanisme Global Smithsonian.
Para ilmuwan berlomba untuk mencari tahu penyebab di balik ledakan hebat dan tsunami yang menyebar luas setelahnya. Beberapa petunjuk mengarah pada kimia batuan yang mendingin dari lava pada letusan masa lalu.
Memahami pemicu ledakan eksplosif Hunga Tonga-Hunga Ha'apai baru-baru ini dapat membantu mengurangi risiko di masa depan. Namun kekhawatiran terbesar masyarakat Tonga saat ini adalah potensi letusan gunung berapi lainnya. Hampir semua gunung berapi sekarang berada di bawah permukaan laut, tersembunyi dari pandangan satelit. Tidak ada peralatan di darat yang dapat membantu melacak pergeseran batuan cair di bawah tanah.
"Jika apa yang terjadi dalam sistem magma tidak dapat dideteksi, kami tidak tahu apa yang mungkin terjadi selanjutnya," kata Krippner.
Bahan kimia dari letusan mungkin membantu menguraikan apa yang membuat letusan ini begitu kuat, tutur Marco Brenna, ahli vulkanologi di Universitas Otago.
Saat sistem magma mendingin, kristal mineral yang berbeda terbentuk pada waktu yang berbeda dan mengubah kimia batuan cair yang menyusut. Kristal mempertahankan perubahan saat mereka tumbuh, mirip cincin pohon.