Ledakan dasyat ini mungkin bukan yang terakhir, bisa jadi ada letusan susulan lainnya. Layanan Geologi Tonga mengandalkan pengamatan visual dan satelit untuk melacak aktivitas gunung berapi di seluruh wilayah.
Ujung vulkanik Hunga Tonga-Hunga Ha'apai yang berada di bawah permukaan membuat ilmuwan kesulitan memahami aktivitas gunung berapi. Potensi aktivitas tambahan juga mencegah para ilmuwan terbang untuk melihat lebih dekat.
Bahkan ketika gunung berapi tidak meletus secara aktif, pemantauan gunung berapi bawah laut merupakan tugas yang kompleks. GPS, untuk melacak pergeseran di permukaan saat magma bergerak di bawah tanah, tidak berfungsi di dasar laut. Untuk memperoleh data terkini dari seismometer di dasar laut secara teknologi sulit dan mahal. Caplan-Auerbach sering menganalogikan bekerja di lautan dengan melakukan seismologi di planet lain.
Hidrofon digunakan untuk mendengarkan gemuruh gunung berapi bawah laut saat suara merambat melintasi wilayah lautan yang luas. Tetapi ini tidak mudah digunakan dalam situasi darurat dan memerlukan koneksi ke kabel bawah air untuk data waktu nyata.
Situasi di Tonga menyoroti perlunya upaya internasional untuk mendanai pemantauan gunung berapi di seluruh dunia, kata Krippner.
Layanan Geologi Tonga menangani tugas yang hampir mustahil dengan baik. "Mereka tidak memiliki banyak uang dan tenaga," kata Kilgour. "Tapi mereka diminta untuk melakukan pekerjaan besar."
Menjelang letusan 15 Januari, berdasarkan informasi visual dan satelit saja, mereka terus-menerus memberikan peringatan letusan dan potensi tsunami. Selain itu juga menginstruksikan penduduk setempat untuk menjauh dari pantai.
"Karena itu, saya pikir mereka mungkin menyelamatkan ribuan nyawa," kata Barker.
Baca Juga: Rekomendasi Lima Gunung di Jawa Barat Bagi Para Pendaki Pemula