Baca Juga: Zaman Hindia Belanda, Pabrik Gula Dorong Kemajuan Infrastruktur Klaten
Melalui buku Realisten en reactionairen: een geschiedenis van de Indisch-Nederlandse pers 1905-1942, sejarawan Leiden Gerard Termorshuizen menyebut publikasi itu sebagai "bisa jadi wawancara pertama yang dilakukan sebuah surat kabar Belanda dengan orang Indonesia."
Ia juga menulis nasib bumiputra yang sudah mengenyam pendidikan modern dan bekerja tetapi masih harus melanjutkan studi ke Eropa. Tapi, ketika pulang setelah "menyegarkan diri dalam budaya Eropa", mereka bertingkah seperti Belanda dan merasa sombong.
Sementara majalah barunya bersama Brousson itu juga diterbitkan di Batavia di tahun yang sama bernama Bandera Wolanda. Tujuannya ialah mendukung modernisasi Islam dan memerangi fantatisme dan intoleransi Islam.
Tetapi Brousson juga menulis artike bertajuk anti-Katolik, meski tidak praktis karena menyebut Ratu Wilhelmina yang seorang protestan. Tulisan-tulisan Brousson membuatnya harus mundur dari KNIL dan media ini tidak bertahan lama.
Maret 1902, Brousson mengumumkan penerbitan Bintang Hindia. Dia dan Rivai menjadi pemimpin redaksinya dengan penerbitnya dari Amsterdam. Brousson mengambil alih urusan di Hindia Belanda karena Rivai berada di Eropa. Majalah ini terbilang cukup moden secara desain dan penggunaan fotonya. Brousson pun mendapat dukungan dari Gubernur Jenderal Van Heutsz walau mendapat kecaman dari pers berbahasa Belanda di Hindia.
Di satu sisi, Bintang Hindia adalah majalah yang bagus bagi bumiputra yang ingin mengetahui ada apa saja di Belanda. Poeze di jurnal Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde, lewat makalah berjudul Early Indonesian Emancipation Abdul Rivai, van Heutsz and The Bintang Hindia, menyebut Bintang Hindia adalah media yang menjangkau hampir seluruh kalangan orang Indonesia yang berpendidikan modern. Hal itu disebabkan banyak pikiran Rivai yang diungkapkan di dalamnya.
Baca Juga: Lika-liku Kehidupan Selir di Era Munculnya Islam hingga Hindia Belanda
Baca Juga: Jatuh Cinta di Masa Pergerakan: Melawan Batasan Ras dan Kolot Orangtua
Salah satu artikelnya, Rivai pernah menulis untuk menyerukan kalangan bumiputra untuk meninggalkan tradisi lama, dan terbuka pada pengetahuan Barat. Ia mendorong agar asosiasi seperti Perhimpoenan Kaoem Moeda untuk tersebar di seluruh Hindia Belanda untuk menyokong pendidikan dan solidaritas.
Baginya, Hindia Belanda sangat matang untuk memiliki organisasi nasional kalangan bumiputra tanpa unsur kelokalan, dengan atau tanpa dukungan pemerintah. Pandangan ini membuatnya masuk ke daftar merah di kalangan pemerintah, dan membuat Brousson keberatan. Perselisihan ini membuat Bintang Hindia bubar pada Juni 1907.
1909, Rivai menikah dengan gadis kelahiran London Bertha Anne Rautenberg. Ia kemudian bekerja sebagai petugas kesehatan KNIL dan baru pulang ke Hindia-Belanda pada 1910. Perjuangan politiknya berlanjut dengan terjun dalam dunia pergerakan nasional.