Hanya Berbekal Smartphone, Keindahan Gua Berlian Dapat Diabadikan

By Fathia Yasmine, Selasa, 22 Februari 2022 | 15:04 WIB
Gua Berlian, Sulawesi Tengah (Dok. Josua Marunduh/National Geographic Indonesia)

Nationalgeographic.co.id – Sulawesi Tengah (Sulteng) merupakan salah satu surga dunia bagi para pelancong. Provinsi ini menyuguhkan banyak pilihan destinasi wisata, mulai dari danau, air terjun, pantai, hingga situs megalitikum.

Salah satu destinasi wisata yang wajib dikunjungi adalah Pulau Sombori. Pulau ini kerap disebut sebagai miniatur Rajaampat atau replika Pulau Phi Phi di Thailand.

Ketika mengunjungi Pulau Sombori, pelancong akan disambut dengan pemandangan laut yang indah, layaknya di Rajaampat dan Pulau Phi Phi. Gugusan pulau kecil menghiasi birunya laut. Itulah alasan Pulau Sombori mendapat dua julukan tersebut.

Meski begitu, pemandangan indah tersebut bukanlah satu-satunya daya tarik Pulau Sombori. Pulau ini memiliki tiga gua unik yang dapat menjadi lokasi wisata alam, prasejarah, sekaligus geologi, salah satunya Gua Berlian.

Baca Juga: Abdoel Rivai, Jurnalis Hindia Berbahasa Melayu di Negeri Belanda

Gua Berlian terletak di salah satu tebing yang ada di Pulau Sombori. Gua tersebut diberi nama Berlian karena keindahan stalaktit dan stalagmit di dalamnya.

Memasuki perut gua, pelancong dapat langsung melihat stalaktit dan stalagmit yang berkilau layaknya berlian akibat pantulan cahaya yang menembus dari atap gua.

Keindahan tersebutlah yang membuat fotografer profesional yang juga kontributor foto National Geographic Indonesia, Joshua Marunduh memutuskan menjelajah Gua Berlian untuk menciptakan karya fotografi dalam perjalanan Nawa Cahaya: Capture the Unique Lights in Indonesia.

Sebagai informasi, perjalanan tersebut menantang delapan fotografer, termasuk Joshua, untuk menghasilkan karya foto low-light dari destinasi wisata alam di Indonesia. Menariknya, semua foto dihasilkan hanya menggunakan kamera smartphone realme 9 Pro+.

Baca Juga: Bagaimana Manuver Perempuan Indonesia Merespons Dua Tahun Pagebluk?

Sebagai putra Sulteng, Joshua mengaku belum pernah menginjakkan kaki di Pulau Sombori, apalagi Gua Berlian. Namun, mendengar banyak orang memperbincangkan keindahan Gua Berlian, ia pun memberanikan diri untuk menjadikannya sebagai destinasi perburuan foto.

Menurutnya, Gua Berlian juga cocok menjadi obyek foto low-light karena setiap waktu kondisi pencahayaan di dalamnya berubah-ubah.

 “Saya merekomendasikan Gua Berlian sebagai salah satu destinasi untuk menguji kemampuan fotografi menggunakan smartphone realme 9 Pro+. Mengingat smartphone ini menawarkan keunggulan dari sisi fotografi dalam kondisi low-light,” ungkap Josua melalui wawancara daring, Selasa (15/2/2021).

Untuk mengunjungi Gua Berlian, pelancong biasanya menempuh perjalanan 16 jam dari Kota Palu melalui jalur darat. Untuk menghemat waktu, ia pun memilih menggunakan pesawat. 

Baca Juga: Para Legiun Afrika Romawi dalam Jejak Kekaisaran Romawi Kuno di Afrika

Perjalanan yang ditempuh lewat udara pun tidak kalah menantang. Pasalnya, hanya tersedia satu penerbangan setiap hari dari Palu ke Morowali, tempat Pulau Sombori berada.

“Saat itu, bertepatan dengan liburan Imlek. Saya tidak dapat pesawat yang direct. Akhirnya, saya menggunakan pesawat yang transit di Makassar,” lanjut Joshua.

Joshua tiba di Morowali pada pukul 14.00 WITA. Sementara, waktu terbaik untuk mengambil foto di Gua Berlian adalah pukul 15.00 hingga 17.00 WITA.

Dari Morowali, ia masih harus melanjutkan perjalanan dengan speedboat dari Pelabuhan Betebete untuk menuju Pulau Sombori. Perjalanan tersebut memakan waktu dua hingga tiga jam. Padahal, pelabuhan tersebut merupakan titik keberangkatan yang jaraknya paling dekat dengan Pulau Sombori.  

Baca Juga: Berusia Singkat, Almoravid Mengislamkan Maroko dan Menjaga Andalusia

Dengan pertimbangan tersebut, ia memutuskan memulai perjalanan keesokan harinya. Namun, keputusan itu membuatnya harus berkejaran dengan waktu. Artinya, Joshua hanya punya satu hari untuk memotret di Gua Berlian.  

 “Saya tiba di Morowali pukul 14.00 WITA. Karena terlalu siang, saya memutuskan untuk berangkat esok hari pukul 06.00 WITA,"tuturnya.

Untuk mencapai pulau, Josua harus menaiki speedboat tanpa atap. Kondisi udara dan gelombang laut yang kurang bersahabat membuat perjalanan menjadi lebih menantang. Ia berhasil tiba di pulau pukul 13.00 WITA, lebih lambat satu jam dari perkiraannya.

 “Kondisi ombak kurang bagus sehingga waktu tempuhnya 3 jam. Saat kemarau, biasanya hanya dua jam,” imbuhnya.

Baca Juga: Sel Tubuh Mengatur Dirinya Hasilkan Kekuatan untuk Membentuk Jaringan

Beruntung, saat tiba di Pulau Sombori, ia tidak mengalami kendala apapun. Fasilitas jalan, katanya, sudah tersedia dengan baik untuk memudahkan kunjungan wisatawan.

Ketika sampai di dalam gua, Joshua tidak langsung mengambil foto. Pasalnya, kondisi matahari saat itu masih tinggi, sementara ia berniat untuk mengabadikan foto dalam kondisi low-light. Ia pun menunggu 2-3 jam hingga matahari bergeser ke arah barat.

“Selama menunggu, saya coba memotret beberapa sudut gua yang tidak terpapar cahaya. Saya pun terkejut karena kamera utama realme 9 Pro+ yang beresolusi 50 MP mampu menangkap banyak cahaya. Padahal saya cuma pakai headlamp sebagai alat bantu penerangan,” paparnya.

Untuk menciptakan kesan low-light, Josua memutuskan untuk mengabdikan lubang akses masuk gua tersebut. Lagi-lagi, Joshua dibuat kagum dengan performa realme 9 Pro+ yang berhasil mengabadikan gambar dengan stabil meski tanpa bantuan tripod.

Baca Juga: Dampak Sungai yang Tercemar Obat-obatan bagi Kesehatan Manusia

Sebagai informasi, untuk menciptakan foto low-light, kamera harus disetel dengan bukaan rana paling besar dan kecepatan shutter paling rendah. Dengan begitu, sedikit guncangan saja bisa membuat hasil foto blur.

“Dalam kondisi minim cahaya masih (realme 9 Pro+) masih bisa menghasilkan video yang cukup steady. Begitu juga ketika menggunakan tangan (hand held), tidak ada gambar yang shaky atau ngeblur,” paparnya.

Menurut Joshua, hasil foto stabil berkat fitur optical image stabilizer (OIS) yang dimiliki kamera realme 9 Pro+.

Tidak hanya itu, Josua juga menambahkan bahwa realme 9 Pro+ berhasil menangkap refleksi berlian dari stalaktit lebih jelas dari mata telanjang. Saturasi dan gradasi warna yang ditampilkan pada hasil foto pun terlihat lebih kaya.

Baca Juga: Seberapa Mudahkah Membuat Oksigen dari Air di Bulan dan Mars?

“Ternyata gradasi yang tampak (di foto) lebih beragam, seperti warna hijau dan kuning. Pada fitur kamera 50 MP, banyak gradasi warna yang tidak tertangkap oleh mata tapi bisa direkam oleh kamera. Padahal, saturasinya enggak dinaikkan tiba-tiba,” katanya.

Dalam kesempatan tersebut, Josua juga sempat mencoba berbagai mode kamera realme 9 Pro+, termasuk mode makro. Pada mode potret, Joshua sempat mencoba mode tersebut untuk memotret salah satu batu berwarna putih untuk menangkap detailnya yang bak berlian.

Ia juga memanfaatkan fitur dual makro agar detail berlian dapat terlihat lebih jelas. Selama proses pengambilan gambar, Joshua menyebut, harus berkonsentrasi agar hasilnya tidak blur. Lagi-lagi, fitur OIS memudahkannya mengambil detail tersebut.

“Saat memotret obyek batu putih di dual makro, saya cuma mengarahkan ke langit-langit gua, langsung mendapat detail sepersekian kecil seukuran pasir efek berlian atau diamond-nya," ungkap dia.

Gua Berlian, Sulawesi Tengah (Dok. Josua Marunduh/National Geographic Indonesia)

Terkait dengan kemampuan videografi, Josua mengungkapkan bahwa realme 9 Pro+ cukup mumpuni. Ia sempat mencoba merekam perjalanan di speedboat. Hasilnya, hasil video tetap stabil tanpa guncangan yang berarti.

“(Saya) paling terkesan pada kamera utama 50 MP Sony MX 766 yang dibekali OIS. Saat ambil video di atas speedboat dalam kondisi diayun-ayun gelombang, videonya sangat stabil,” lanjut Joshua.

Sebelum mengakhiri perjalanan di Pulau Sombori, Josua menyempatkan diri untuk berkunjung ke Gua Telapak Tangan dan Gua Allo. Kedua gua ini bisa ditempuh selama 15 menit dengan berjalan kaki dari Gua Berlian.

Gua Telapak Tangan merupakan gua prasejarah. Keunikan gua tersebut adalah dindingnya yang dihiasi lukisan telapak tangan manusia purba. Meski pemandangan di gua ini terbilang indah, Josua menyebut, diperlukan headlamp sebagai media penerangan untuk memotret karena kondisinya yang lebih gelap dari Gua Berlian.

Baca Juga: Orang Berkemampuan Bilingual Punya Cara Memahami Waktu yang Berbeda

“Sementara untuk Gua Allo sebaiknya di pagi hari karena lokasinya berada di sebelah Gua Berlian. Pada pagi hari, cahaya di Gua Alo lebih soft,” ungkap Joshua.

Berbicara tentang keindahan alam di dua gua tersebut, Joshua mengungkapkan bahwa dirinya terpana dengan pemandangan Gua Allo yang memiliki efek dramatis layaknya ray of light. Untuk itu, ia menyarankan agar para pelancong tidak lupa mengunjungi keduanya apabila berwisata ke Pulau Sombori.

“Saya lebih excited di Gua Alo karena di dalam gua itu saat air surut jadi seperti danau. Di samping danau itu kita bisa melihat pemandangan laut. Keduanya wajib dikunjungi ketika berwisata,” tutup Joshua.

Untuk melihat hasil jepretan Joshua di Gua Berlian, Anda dapat mengunjungi laman https://bit.ly/realme9lights.