Menurut kabar Teng Kie, tempat melancong mereka berikutnya adalah Garut. Rombongan itu juga mencicipi berkuda sandel. Kuda sandel, atau sandalwood, merupakan kuda asli Indonesia yang dikembangkan di Sumba.
Dia menyisipkan perkara menarik, mereka berbekal roti ararut, penganan yang terbuat dari tepung garut. Penganan ini masih bisa kita jumpai di toko-toko kue dan kudapan. Terbuat dari umbi garut (Maranta arundinacae), kerap sebagai racikan pengental menu santapan.
Pegi Bogor troes ka Garoet,
Naik goenoeng koeda Sanderhoet,
Padoeka Kandjeng djoega menoeroet,
Bikin ramsoem roti araroet.
Surat kabar Bintang Barat pada edisi 10 Maret 1891 mewartakan seorang "anak raja Rusia" berburu babi hutan di lembah Cikurai, Garut. Selama dua hari di Garut, dia dan rombongannya bermalam di kediaman bupati yang memiliki enam kamar.
Kunjungan putra mahkota Kaisar Rusia ini merupakan awal kebangkitan wisata di Garut. Sejak saat itu sederet pelancong dari luar Hindia Belanda menjadikan Garut sebagai salah satu tujuan melancongnya. Jejak putra mahkota Kaisar Rusia ini diikuti oleh putra mahkota Raja Austria-Hongaria, Frans Ferdinand Yoseph pada April 1893. Pada awal abad berikutnya Garut kian sohor untuk tetirah para pelancong barat—dari bangsawan sampai seniman.
Namun, tampaknya, Teng Kie tidak turut rombongan ke Garut. Entah mengapa, kita tidak tahu. Pasalnya, dia tidak melaporkan perjalanan mereka ke Garut dalam syairnya. Pada saat itu rute kereta api Bogor-Sukabumi-Garut telah rampung dibangun oleh Staatsspoorwegen.
Dia kembali melaporkan ketika rombongan itu kembali ke Bogor. Sebuah pesta digelar meriah, mungkin di sekitar Istana Bogor. Karena warga ingin sekali menyaksikan kemeriahan penyambutan sang pangeran, jalanan menjadi padat dan susah dilalui. Dia mengisahkan gelaran ragam hiburan untuk menyambut tetamu Rusia yang bisa disaksikan warga Bogor.