Nationalgeographic.co.id—Kelompok Perempuan Waifuna di Kampung Kapatcol, Distrik Misool Barat, Kabupaten Rajaampat mengadakan acara buka sasi laut. Acara tersebut diadakan pada 6 sampai 10 Maret 2022.
Sasi merupakan salah satu praktik adat untuk mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan yang masih diterapkan hingga hari ini di wilayah Maluku dan Papua. Wilayah sasi di Kampung Kapatcol itu dibuka setelah sempat ditutup selama satu tahun.
"Secara garis besar sasi adalah sebuah mekanisme adat untuk mengatur pengelolaan sumber daya alam, baik di darat maupun di laut, dalam jangka waktu tertentu," papar Lukas Rumetna, Bird’s Head Seascape Manager Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN).
"Selama sasi berlaku, tidak ada yang boleh mengambil sumber daya di dalam wilayah yang sedang dilakukan sasi hingga tiba waktunya dibuka," jelas Lukas, seperti dikutip dari keterangan tertulis YKAN. YKAN mendukung penuh kegiatan sasi dan buka sasi ini.
Jika sasi dilakukan selama satu tahun, itu artinya tidak boleh ada yang mengambil biota (hewan dan tumbuhan) laut selama setahun penuh di kawasan yang telah ditetapkan sebagai wilayah sasi tersebut. Jadi, acara buka sasi ini merupakan kegiatan panen besar biota laut oleh masyarakat setempat yang telah "berpuasa" tak mengambil sumber daya dari wilayah tersebut.
Dalam kegiatan buka sasi kali ini, warga panen besar biota laut berupa teripang. Hasil penjualan dari acara buka sasi tersebut digunakan untuk mendukung kegiatan keagamaan, sosial-kemasyarakatan, dan tabungan pendidikan bagi warga.
Secara tradisi, wilayah sasi biasanya dikelola oleh kaum laki-laki. Namun, di Kampung Kapatcol, wilayah sasi dikelola oleh para perempuan. Hak kepemilikan perempuan ini pun diakui sepenuhnya oleh pemerintah kampung, gereja, dan pemegang adat.
Dalam perjalanannya, Kelompok Perempuan Waifuna mendapat pendampingan pengelolaan sasi berkelanjutan berlandaskan sains melalui jalinan kemitraan dengan YKAN. Di antaranya dengan mengembangkan kesepakatan sasi berdasarkan hasil monitoring populasi teripang dan lobster.
Kesepakatan sasi harus dipatuhi semua anggota kelompok. Sebagai contoh salah satu kesepakatan, para anggota kelompok hanya boleh mengambil biota yang sudah dewasa dan menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan saat buka sasi ini.
"Perempuan juga harus berada di garis depan dalam menjaga kelestarian alam. Hal lain yang tak kalah penting adalah dengan menanamkan prinsip-prinsip pelestarian alam di lingkungan keluarga," ujar Ketua Kelompok Perempuan Waifuna Almina Kacili.
Almina menambahkan bahwa kegiatan pengelolaan wilayah sasi yang mereka lakukan bukannya tanpa tantangan. Tantangan yang kini sedang Waifuna hadapi adalah terkait perubahan iklim.
"Beberapa tahun terakhir, ombak besar, angin kencang, dan hujan harus kami hadapi. Saat harus patroli di wilayah sasi, ada ombak dan angin kencang," kata Almina.
Baca Juga: Asal-Usul Penginjilan Kampung Mutus dan Kisah Orang Betew Rajaampat
Baca Juga: Menyingkap dan Memetakan Keunikan Gambar Cadas di Perairan Papua
Baca Juga: Tari Wutukala, Inovasi Berburu Ikan Ala Suku Moy di Papua Barat
Karena komitmen dan dedikasi terhadap kegiatan sasi yang merupakan tradisi pelestarian sumber daya alam bawah laut yang telah dilakukan masyarakat adat setempat secara turun-temurun, pada 2019 pemerintah kampung setempat memperluas areal sasi menjadi 215 hektare. Luas ini jauh bertambah besar dibanding luas 32 hektare pada waktu awal kelompok Waifuna dibentuk pada 2010.
Untuk mendukung hal ini, Kelompok Waifuna juga mendapat pendampingan tentang manajemen organisasi. Manajemen organisasi diterapkan dalam membagi kelompok ke dalam beberapa fungsi, yakni menyelam, memanen, mencatat hasil, serta mengelola keuangan.
Selaku mitra pembangunan Pemerintah Provinsi Papua Barat, YKAN mengatakan pihaknya menaruh perhatian besar pada integrasi adat dalam pengelolaan kawasan konservasi, termasuk di Area 4 Perairan Kepulauan Misool. "Konservasi di wilayah Bentang Laut Kepala Burung bisa lebih efektif bila didukung oleh sistem sosial budaya dan peran perempuan yang terwujud menjadi kebijakan lokal," tegas Direktur Program Kelautan YKAN Muhammad Ilman.