Nationalgeographic.co.id - Orang Betew yang ada di Kampung Mutus memiliki asal-usul nenek moyang dari Biak. Sebelum Perang Dunia II mereka pindah ke Rajaampat, mulanya tinggal berdekatan dengan daerah Batanta dan Selat Kabui yang dahulu bernama Kampung Yenbetew dan memiliki bahasa persatuan bernama bahasa Betew.
Pada tahun 1940, orang-orang Betew kemudian menetap di Pulau Yefkabu. Suasana saat itu belum ada perkampungan yang teratur, juga belum semua orang punya agama walaupun Ottow dan Geisser sudah melakukan pekabaran Injil di Papua pada 1855.
Baru pada tahun 1941 masuklah seorang pembawa Injil ke Pulau Yefkabu bernama Hendrikus Mambraku. "Dia pemberita Injil, dia mengajarkan bagaimana cara orang berdoa dan berbicara tentang firman. Dia juga berasal dari Biak sebelum tahun 40-an," kata Markus Dimara, Kepala Adat Kampung Mutus kepada National Geographic Indonesia di Kampung Mutus.
Hendrikus membawa ajaran Kristen Protestan dari Martin Luther dan mereka membangun gereja di Yefkabu. Sebagai pengganti lonceng orang Betew menggunakan kerang yang ditiup untuk memberi kabar pada para jemaat dan majelis gereja.
Orang-orang Betew di Yefkabu tidak bertahan lama. Lantaran mereka mencuri buah kelapa dari tuan tanah kepemilikan orang Jerman. Ya, saat itu banyak orang-orang Eropa khususnya Jerman dan Belanda yang hidup berdampingan dengan orang Papua di Rajaampat selama Perang Dunia II.
Orang Jerman itu pun melaporkan ke pemerintah distrik di Rajaampat yang dipimpin oleh Belanda. Kemudian polisi datang dan memerintahkan orang Betew supaya keluar dari Yefkabu. Mereka pun pindah ke Pulau Paniki pada tahun 1952.
Baca Juga: Badan Kesehatan AS Beri Panduan untuk Menghadapi Wabah Zombie
Source | : | Wawancara Markus Dimara,Wawancara Merlin Tenlima |
Penulis | : | Fikri Muhammad |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR