Karena pertambahan penduduk semakin tinggi, Pulau Kecil Paniki tak mampu lagi membendung penduduk. Selain itu juga ada masalah antar keluarga, sehingga orang Betew yang dipimpin oleh Abraham Dimara pindah ke Pulau Mutus pada 1958.
"Itukan waktu kami di Paniki ada masalah antara keluarga. Sehingga tujuh keluarga pindah ke sini (Mutus). Dipindahkan oleh saya punya tete bernama Abraham Dimara. Sesampainya di Mutus ternyata ada Ketua Adat bernama Abraham Mayor. Yang sudah lebih dulu tinggal di sana. Setelah Perang Dunia II usai, orang-orang Jerman yang berada di Kampung Mutus juga ikut pindah," ucap Markus.
Sekitar empat tahun yang lalu, majelus gereja membangun tugu peringatan letak gereja di Pulau Yefkabu dan Paniki sebagai tanda sejarah pendaratan Injil di Pulau tersebut.
Baca Juga: Ajaran Saminisme, Ketika Anarkisme 'Kawin' dengan Paham Kejawen
Saat ini Kampung Mutus memiliki seratus kepala keluarga dengan agama Kristen dan empat kepala keluarga memeluk muslim. Ibadah rutin setiap hari minggu pukul 9 pagi di gereja Effata Mutus.
"Itu dilakuakan dengan bunyi lonceng. Kalo Minggu pagi loncengnya tiga kali. Lonceng pertama lonceng mandi, kemduian lonceng masuk jemaat ke gereja. Kemudian lonceng ketiga majelis masuk Gedung gereja. Kalo lonceng pertama dan kedua 21 kali tuhuh ketukan. Sementara yang ketiga hanya tiga kali untuk pendeta majelis naik ke mimbar," ucap Merlin Tenlima, Pendeta Gereja Efata Mutus kepada National Geographic Indonesia.
Gereja juga memiliki kegiatan lain seperti kerja bakti dan bazar. Selain itu mereka juga memiliki kegiatan sosial untuk pemberian sembako kepada lansia, janda, duda, dan yatim piatu.
"Ada penduduk yatim piatu. Satu keluarga mama papanya tidak ada. Mereka tidak dirawat oleh gereja karena ditanggung oleh keluarga mereka. Gereja hanya ikut membantu kebutuhan sehari-harinya saja," kata Merlin.
Karena gedung gereja yang sudah sempit karena jemaat yang semakin banyak, Merlin berharap kepada pemerintah untuk membantu memperluas bangunan gereja yang umurnya sudah mencapai 51 tahun itu. Belum lagi banyak kegiatan sosial yang dilakukan di gereja, otomatis gereja menjadi sentral masyarakat untuk melakukan berbagai kegiatan bersama.
Baca Juga: Satu Tahun GRID STORE: Tersedia Layanan Pelanggan Majalah-el Berdiskon
Source | : | Wawancara Markus Dimara,Wawancara Merlin Tenlima |
Penulis | : | Fikri Muhammad |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR