Aturan-Aturan Laut dan Kebudayaan Bahari Masyarakat Sriwijaya

By Galih Pranata, Minggu, 3 April 2022 | 17:26 WIB
Kanal kuno peninggalan zaman Kerajaan Sriwijaya menjadi bagian dalam pertunjukan teatrikal Pelayaran (Editor)

 Baca Juga: Kekayaan Sriwijaya dan Polemik Temuan Harta Karunnya oleh Penyelam

 Baca Juga: Eksistensi Tarian Merawai Orang Laut Pulau Lipan Diambang Kepunahan

 Baca Juga: Legenda Bajak-bajak Laut Sriwijaya yang Meraja di Selat Malaka

Mereka adalah rakyat Sriwijaya yang dikenal sebagai ahli dalam berperang baik di darat maupun di laut, tinggal di rakit perairan dangkal, dan disebut sebagai suku laut.

Terdapat sejumlah aktivitas laut yang dilakukan, sehingga raja-raja Sriwijaya telah terbiasa memberlakukan aturan kelautan yang mengatur urusan kapal hingga perdagangan.

Adanya pelayaran dunia ke perairan Sumatra dan pelabuhan Malaka, berisi para penumpang kapal yang muatannya dari Persia, Tiongkok atau dunia Arab. Kehadiran bangsa Asing membuat dikeluarkannya sejumlah aturan.

Gambaran kapal pada relief Borobudur, candi megah di Jawa Tengah. (Michael J. Lowe/Wikimedia Commons)

"Terdapat aturan penting yang mengatur sistem kelautan, di mana para pelaut asing yang masuk ke kawasan Sriwijaya, diharuskan untuk menyandarkan kapalnya dan berganti menggunakan kapal milik Sriwijaya," imbuh Bambang.

Dalam membawa barang dagang, muatan kapal juga perlu diperhitungkan. "Satu kapal biasanya mengangkut sekitar 450.000 pcs barang dagangan dari Tiongkok di bawa pulang ke Sriwijaya," terusnya.

Begitu juga yang tertulis dalam Prasasti Sembiran berangka tahun 923 M, menuturkan bahwa jika ada perahu yang bersandar seperti cadik, lancang, jukung, talaka, kemudian diketahui oleh penduduk desa, maka dijadikan sebagai wrrdhi (persembahan) untuk mereka. 

Aturan-aturan tersebut diberlakukan tidak lain untuk dapat mengorganisir sejumlah pelaut asing yang masuk dan berlabuh di dermaga-dermaga strategis Sriwijaya, menghindari perompakan dan menciptakan sistem laut mereka agar kondusif.