Kunci Hadapi Tantangan Hari Ini dan Nanti: Meninjau Kembali Sejarah

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Selasa, 5 April 2022 | 11:00 WIB
Hutan yang dibakar oleh perusahaan di zaman pemerintahan Hindia-Belanda untuk ditanami kembali. (KITLV)

Nationalgeographic.co.id—"Dunia tidak bisa tetap berjalan dengan sistem yang sama, perlu ada perubahan yang sifatnya mendasar," kata  Hilmar Farid, sejarawan yang juga Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.

Dewasa ini ada banyak tantangan yang dihadapi umat manusia yang terjadi di berbagai bidang, termasuk di bidang kesehatan akibat pandemi. Hilmar mengatakan, tantangan yang manusia hadapi adalah risiko keberadaan (existensial risk) atas apa yang selama ini mereka lakukan.

Sehingga, pemahaman kita berkembang untuk memenuhi tuntutan mencegah kerusakan yang akan dirasakan oleh spesies kita sendiri.

Pemahaman terkait mengkaji bagaimana mempertahankan manusia dari risiko yang mengancam keberadaan manusia, sebenarnya adalah topik yang hangat 10 tahun belakangan, ujar Hilmar. Tetapi ketika COVID-19 berdampak luas sebagai salah satu masalah yang merupakan risiko dari peradaban kita sendiri, pembahasan ini jadi semakin dibahas.

"Ini (pandemi COVID-19) yang dihitung dari pandemi global yang boleh dikatakan dalam sejarah kita pada presedennya. Ya, pernah ada influenza tahun 1918, pernah ada black death di abad pertengahan di Eropa, tetapi pengaruhnya yang begitu luas ke seluruh dunia tanpa terkecuali adalah COVID-19. Pertanyaannya mengapa demikian?" lanjut Hilmar dalam diskusi daring Partihistory yang diadakan Sejarah Lintas Batas (SINTAS), Senin, 3 Maret 2022.

"Karena dunia kita ini sudah berjejaring--hampir tidak ada batas lagi. [Bahkan] Di daerah-daerah terpencil pun ikut terhubung dalam sistem global itu. Dan COVID-19 membuat kita mengerti bahwa rupanya sistem yang terhubung satu sama lain yang modern ini, sangat rapuh."

Penyakit zoonotik bukanlah hal yang baru dalam peradaban manusia, dan semua terjadi akibat perilaku manusia yang merusak lingkungan. Ketika lingkungan dirusak, kehidupan manusia dan kehidupan hewan liar jadi lebih dekat untuk menularkan penyakit, bersamaan dengan perubahan iklim yang menyertai perilakunya.

Baca Juga: Studi Jelaskan Bagaimana Perubahan Iklim Memicu Pagebluk Covid-19

Baca Juga: Praktik Mantra Masyarakat Adat Kampung Naga dan Kanekes yang Lestari

Baca Juga: Temuan Situs Guci Megalitik di India: Siapa yang Membuatnya?

Tercatat dalam sejarah, ada banyak penyakit zoonotik atau yang menular dari hewan ke manusia. Hilmar berpendapat, penyakit zoonosis di masa ini jadi berbeda karena keterhubungan babak modern dalam peradaban manusia, yang mengakibatkan penyakit zoonotik seperti COVID-19, bisa melanda dunia.

"Kita tahu zoonotic disease ini dengan berbagai macam virus bukan hal yang baru dalam sejarah, hanya saja karena kita [telah] terhubung [di dalam] sistemnya yang sudah sedemikian rupa, satu nano-partikel (virus) bisa berdampak begitu luas.