Pagebluk Kolera Mematikan dari India Menjalar ke Nusantara Abad Ke-19

By Galih Pranata, Selasa, 5 April 2022 | 07:00 WIB
Sebuah litograf tahun 1835 oleh G. Castagnola yang menggambarkan pembuangan mayat korban kolera di Palermo, Italia. (Origins)

Nationalgeographic.co.id—Meskipun kolera telah ada selama berabad-abad, penyakit ini menjadi terkenal pada abad ke-19, ketika wabah mematikan mulai menjangkiti masyarakat di India.

Wabah kolera sudah tercatat dalam berbagai naskah kuno dari abad ke-5 SM ketika Sushruta Samhita menggambarkan kemunculan epidemi berbahaya yang menjangkiti masyarakat di sekitar Sungai Gangga.

Meski begitu, wabahnya belum tersebar secara masif sebelum akhirnya menjadi pandemi yang mengkhawatirkan kala memasuki abad ke-19.

Dilansir dari History, pandemi kolera pertama muncul dari Delta Gangga dengan wabah di Jessore, India, pada 1817, yang berasal dari beras yang terkontaminasi.

History menerbitkan artikelnya yang membahas tentang awal mula kegentingan kolera dengan judul Cholera: The First Cholera Pandemic yang dipublikasikan pada 12 September 2017.

Penyakit ini dengan cepat menyebar ke sebagian besar India, Myanmar modern, dan Sri Lanka modern dengan melakukan perjalanan di sepanjang rute perdagangan yang dibangun oleh orang-orang Eropa.

"Pada tahun 1820, kolera telah menyebar ke Thailand, Indonesia (membunuh sekitar 100.000 orang hanya di pulau Jawa saja) dan Filipina," terangnya.

Ilustrasi yang menunjukkan pasien dibawa ke rumah sakit selama wabah kolera di Hamburg tahun 1892. (Universal Images Group/Getty Images)

Dari Thailand dan Indonesia, penyakit ini terus menyebar sampai ke Cina pada tahun 1820 dan Jepang pada tahun 1822, melalui orang-orang yang terinfeksi di kapal perdagangan.

Wabah kolera juga menyebar hingga ke luar Asia. Tercatat pada tahun 1821, pasukan Inggris yang melakukan perjalanan dari India ke Oman membawa kolera ke Teluk Persia.

"Penyakit ini akhirnya menyebar ke wilayah Eropa, mencapai Turki modern, Suriah, dan Rusia Selatan," terusnya.

Ilustrasi antik menampilkan pemandangan interior bangsal rumah sakit pada tahun 1854. (Keith Lance)

Sekitar 80% orang yang terinfeksi bakterinya tidak mengalami gejala kolera dan infeksi dapat sembuh dengan sendirinya. Namun, sekitar 20% akan mengalami gejala parah, yang meliputi diare hebat, muntah, dan kram kaki.

"Gejala-gejala ini dapat menyebabkan dehidrasi, syok septik dan bahkan kematian dalam hitungan beberapa jam saja," sebut History dalam artikelnya.

Pada musim gugur tahun 1830, kolera berhasil mencapai Moskow, Rusia. Penyebaran penyakit untuk sementara melambat selama musim dingin, tetapi meningkat lagi pada musim semi tahun 1831.

Persebarannya semakin masif di tahun 1830-an, hingga mencapai ke Finlandia dan Polandia. Kemudian diteruskan ke Hongaria dan Jerman.

  

Baca Juga: Saat Wabah Kolera Picu Pemerintah untuk Membangun Ruang Terbuka Hijau

Baca Juga: Aspek Mesianik dalam Riwayat Pagebluk Kita: Akankah Berulang?

Baca Juga: Wabah Misterius di Abad Pertengahan, Bikin Orang Berhalusinasi

Baca Juga: Pesjati, Takdir Balita Penyintas Pagebluk Pes di Hindia Belanda

Baca Juga: Kekacauan dan Pagebluk, Menanti Datang Ratu Adil Pangeran Dipanagara

   

Penyakit ini kemudian menyebar ke seluruh Eropa, termasuk mencapai Inggris Raya. Untuk pertama kalinya, pandemi tersebar melalui pelabuhan Sunderland pada akhir 1831 dan London pada musim semi 1832.

Inggris memberlakukan beberapa tindakan untuk membantu mengekang penyebaran penyakit, termasuk menerapkan karantina dan mendirikan dewan lokal kesehatan.

Tetapi masyarakat menjadi dicekam oleh ketakutan yang meluas akan penyakit ini dan ketidakpercayaan terhadap figur otoritas, terutama dokter.

Pelaporan pers yang tidak seimbang membuat orang berpikir bahwa lebih banyak korban meninggal di rumah sakit daripada di rumah mereka.

Masyarakat juga mulai percaya bahwa korban yang dibawa ke rumah sakit akan dibunuh oleh dokter untuk pembedahan anatomi, hasil yang mereka sebut sebagai Burking.

Setelah banyak dipelajari bertahun-tahun, Inggris Raya sebagian besar dinyatakan aman berkat peningkatan pasokan air dan tindakan karantina, kecuali India, wabah yang membunuh lebih dari setengah juta orang di India pada tahun 1918 dan 1919.