Mengapa Kita Menghancurkan Warisan Budaya Berusia Ribuan Tahun?

By Sysilia Tanhati, Kamis, 7 April 2022 | 15:00 WIB
Selama ribuan tahun, harga penolakan untuk menerima keberadaan peradaban lain adalah penghancuran warisan. (Hackin M et al/Wikimedia)

Nationalgeographic.co.id—Penghancuran warisan budaya berusia ribuan tahun adalah tindakan disengaja. Fenomena itu tidak terjadi baru-baru ini namun sudah berlangsung selama ribuan tahun. Apa yang terjadi?

Anda tentu pernah membaca artikel di mana para ekstremis agama menghancurkan warisan budaya di Afghanistan, Irak, dan Suriah. Mereka melakukan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki. Atau penghancurkan kuil dan patung di Tibet.

Ini bukan fenomena baru. Selama ribuan tahun, manusia telah menghancurkan ingatan umat manusia. Alasan utamanya adalah intoleransi dan keserakahan.

Intoleransi, keengganan untuk menerima ide, kepercayaan, atau adat istiadat yang berbeda, baik itu agama, politik, atau ras. Keserakahan, seperti melebur karya seni untuk kandungan logam mulianya dan menggunakan kembali sebagai bahan bangunan.

Generasi demi generasi, sebagian besar kekayaan budaya lima milenium terakhir dihancurkan.

Patung kuno sebagai gambaran religius

Patung Apollo, dan Venus tidak dimaksudkan sebagai hiasan. Mereka adalah gambar keilahian. 'Seni' tidak hanya diciptakan untuk dinikmati, namun ini juga menjadi cara untuk membuat iman terlihat dan dapat diakses.

Manusia melakukan ritual termasuk memberikan persembahan kepada para dewa dan berharap mendapatkan balasan yang setimpal. Hewan, dupa, bunga, dan persembahan berharga lainnya dipersembahkan kepada patung para dewa.

“Memberikan kurban kepada dewa secara harfiah berarti 'membuat sesuatu yang suci',” ungkap Guillame Deprez dilansir dari laman The Collector.

Plato, menuturkan bahwa "kami mendirikan patung-patung sebagai penggambaran dewa. Kami percaya bahwa ketika menyembah ini, meskipun tidak bernyawa, para dewa merasakan niat baik yang besar dan rasa terima kasih."

Patung Afrodit telanjang adalah patung yang dipercaya dapat menangkal bahaya di laut. Sebagai sebuah karya seni, patung ini membawa emosi yang kuat bagi pengamatnya.

Bagi pencipta maupun penikmatnya, patung adalah ekspresi ilahi dan karya seni. Persis seperti Pietà karya Michelangelo sekaligus merupakan gambaran kuat tentang Kristus dan Maria dan mahakarya universal.