Mengapa Kita Menghancurkan Warisan Budaya Berusia Ribuan Tahun?

By Sysilia Tanhati, Kamis, 7 April 2022 | 15:00 WIB
Selama ribuan tahun, harga penolakan untuk menerima keberadaan peradaban lain adalah penghancuran warisan. (Hackin M et al/Wikimedia)

Patung dianggap tempat berdiamnya setan

Seniman Yunani kuno berusaha membuat patung yang mirip dengan situasi sehari-hari. (Francisco Ghisletti/Unsplash)

Teks kuno menggambarkan ribuan patung perunggu di Yunani dan di Roma. Era ketika seorang turis dapat mengagumi begitu banyak keajaiban di Roma, sekitar tahun 350 M. “Itu juga merupakan saat di mana sikap terhadap patung berubah,” ungkap Deprez.

Dengan agama baru dan dekrit kekaisaran, patung-patung yang dianggap kafir menjadi mencurigakan.

Patung-patung yang sebelumnya dianggap baik kemudian dianggap sebagai berhala atau didiami roh halus. Sehingga memandangi patung berarti mengambil risiko diserang atau dilukai oleh iblis di dalam.

Satu-satunya perlindungan terhadap kekuatan jahat patung adalah mencungkil mata, memotong hidung, atau memenggal kepala patung-patung itu.

Penghancuran dan daur ulang patung-patung berharga

Perunggu dapat dengan mudah dicairkan, digunakan kembali untuk pot, senjata, atau koin. Marmer juga dapat didaur ulang. Ini dapat dipotong dan digunakan kembali, juga dibakar dan diubah menjadi kapur.

Menghancurkan patung marmer untuk diambil kapurnya begitu lazim sehingga sebuah distrik di Roma bahkan disebut 'Lime-pit'. Di tempat ini, “banyak batang tubuh dan patung yang ditemukan di ruang bawah. Dulunya ini adalah tempat pembakaran marmer Yunani jika dilihat dari kapur luar biasa yang mereka hasilkan,” Deprez mengungkapkan.

Ironisnya, sejumlah besar fragmen dari patung-patung terindah telah digunakan sebagai bahan bangunan.

Warisan budaya dihancurkan karena pergolakan politik dan revolusi kebudayaan

Ketika Stalin meninggal, penggantinya mengkritik bagaimana dia berubah menjadi manusia super yang memiliki karakteristik supernatural. Mirip dengan dewa.