Mengapa Anak Kecil Dijadikan Kurban untuk Dewa di Peradaban Inca?

By Sysilia Tanhati, Selasa, 12 April 2022 | 15:00 WIB
Anak-anak dipilih karena 'kemurnian' mereka sehingga mereka jadi persembahan terbaik untuk dewa haus darah. (Gustavowollff1234/Wikipedia)

Nationalgeographic.co.id—Saat mencoba menangkal bencana di cincin api Pasifik, kebudayaan ini menunjukkan sisi gelapnya, jelas antropolog terkemuka Kim MacQuarrie

“Anak-anak ini akan dikumpulkan dari seluruh negeri dan akan dibawa dalam tandu bersama. Mereka harus berpakaian sangat bagus, berpasangan perempuan dan laki-laki,” tulis Juan de Betanzos dalam bukunya Narrative of the Incas.

Suku Inca adalah kelompok etnis superlatif. Suku ini menciptakan kerajaan asli terbesar di Dunia Baru dengan wilayah sepanjang 4.000 kilometer. Ini membentang dari Kolombia selatan hingga Chili tengah dan melintasi beberapa pegunungan paling tinggi di dunia.

Suku Inca juga memiliki satu tradisi yang terbilang kejam untuk manusia di zaman modern ini. Mereka memberikan kurban bagi sang dewa dan anak kecil menjadi kurban yang sempurna. Begitu banyak pilihan untuk menyenangkan dewa, mulai dari hasil pertanian hingga ternak, mengapa anak kecil selalu dipilih?

Romawi’ dari Dunia Baru

Selama kurang dari 100 tahun, suku Inca berhasil membuat 41.600 km jalan, memerintah kerajaan dan memaksakan bahasa dan budaya mereka. Dalam arti yang sangat nyata, suku Inca adalah ‘Roma’ dari Dunia Baru.

Seperti orang Romawi, mereka adalah administrator dan pembangun kekaisaran yang sangat baik. Seperti orang Romawi, Inca mengadaptasi banyak aspek dari kebudayaan lain. Mulai dari metalurgi dan peperangan dan arsitektur hingga pertanian dan peternakan dan astronomi.

Suku Inca juga mengambil, mengubah dan memasukkan unsur-unsur dari banyak agama Amerika Selatan lainnya. “Ini termasuk kurban manusia,” ungkap Kim MacQuarrie, seorang antropolog yang membuat film dokumenter tentang suku Inca.

Penemuan mumi anak yang dikurbankan menimbulkan pertanyaan yang besar: mengapa suku Inca, meskipun menjadi salah satu budaya yang paling kuat, canggih dan berprestasi di Dunia Baru, merasa perlu untuk mengurbankan anak-anak mereka di puncak gunung?

Jawabannya dapat ditemukan dalam kombinasi aneh kepercayaan agama Inca, bencana alam, dan kesulitan mencoba bertahan hidup. Mereka hidup di tengah ketinggian beku salah satu rantai gunung paling bergejolak di dunia.

Menarik pajak untuk membangun wilayah kekuasaan

Seperti kerajaan berbasis pertanian lainnya, pemerintahan Inca dibangun di atas timbal balik antara elit Inca dan petani. Petani diharapkan membayar pajak dalam bentuk barang dan tenaga kerja. Sebagai imbalannya, negara diharapkan memberikan keamanan, hukum, dan administrasi bagi warga kekaisaran. Warga juga berhak mendapatkan bantuan darurat pada saat kelaparan atau bencana alam.

Suku Inca membangun gudang besar yang penuh dengan makanan dan barang. Jika satu daerah kekaisaran mengalami kekeringan atau bencana, suku Inca menarik makanan dan persediaan dari gudang. Persediaan ini diganti ketika produksi lokal meningkat lagi. Jika daerah lain diserang oleh suku perampok, pasukan Inca segera datang untuk mengusir penyerang dan memulihkan ketertiban.

Melalui pajak, mereka bisa memperbesar dan membangun wilayah kerajaan.

Meskipun berhasil menciptakan kekaisaran yang sukses, mengubah hutan jadi kota yang tertata baik, mereka tidak berkutik terhadap bencana alam. Bencana alam datang berulang kali melanda Amerika Selatan bagian barat.

Kerajaan Inca membentang di Pegunungan Andes. Sebuah rantai pegunungan yang terbentuk dari tumbukan terus menerus dari lempeng tektonik raksasa. Lempeng Nazca perlahan-lahan menabrak lempeng Amerika Selatan, yang ujung baratnya juga membentuk ujung barat Amerika Selatan.

Suku Inca membangun kerajaan mereka di dalam ‘cincin api’ Pasifik di mana gunung berapi meletus secara berkala. Karena lempeng-lempeng yang bertabrakan, gempa bumi yang dahsyat sering terjadi, menghancurkan kota-kota besar dan kecil.

“Bukan cuma itu, El Niños yang datang setiap tujuh tahun mengakibatkan banjir besar yang mengganggu pasokan makanan,” tutur MacQuarrie.

Agama jadi alat untuk menanggapi fenomena alam

Menanggapi fenomena alam seperti itu, suku Inca menggunakan agama. Di dunia Inca, petir, gempa bumi, letusan gunung berapi, hujan, cuaca, dan kesuburan dikendalikan oleh sekumpulan dewa.

Untuk bertahan hidup di dunia yang tidak terduga, suku Inca berusaha membentuk hubungan timbal balik dengan dewa-dewa mereka.

Dewa utama suku Inca adalah dewa matahari, atau Inti, yang membantu pertanian. Penguasa Inca sendiri dianggap sebagai putra dewa matahari, sehingga kaisar Inca disembah dan dianggap ilahi oleh masyarakat.

Untuk menciptakan dan memelihara hubungan dengan dewa-dewa, persembahan pun diberikan. Itu bisa berupa doa sederhana, makanan, daun koka dan kain tenun hingga hewan, darah dan, manusia.

    

Baca Juga: Machu Picchu, Sebuah Kesalahan Nama untuk Merujuk Kota Inca Kuno

Baca Juga: Q'eswachaka: Jembatan Tali Inca yang Menghubungkan Tebing-Tebing Curam

Baca Juga: Wujud Mumi Anak Suku Inca, Korban Ritual Pengorbanan Pada Dewa

Baca Juga: Juanita, Mumi Gadis Es Inca yang Tubuhnya Dikurbankan di Gunung Ampato

       

Di saat genting penuh ketidakpastian, seperti ketika kaisar meninggal atau bencana alam hebat, para pendeta mengorbankan prajurit yang ditangkap. Suku Inca juga memiliki anak-anak yang dibesarkan secara khusus dan sempurna untuk para dewa. Percaya pada kehidupan setelah kematian, mereka yakin bahwa anak yang dikurbankan akan menghuni dunia yang lebih baik dan berlimpah.

Namun mengapa anak kecil, bahkan bayi dan remaja yang menjadi persembahan? Anak-anak dan remaja dikurbankan secara ritual untuk menenangkan para dewa dan menjadi pelayan bagi para kaisar yang telah meninggal.

Anak-anak juga dipilih karena 'kemurnian' mereka sehingga jadi persembahan terbaik untuk dewa haus darah. Anak-anak yang polos dan suci itu dipercaya bisa membujuk dan menenangkan dewa.

Memiliki seorang anak yang dikurbankan atas nama agama dianggap suatu kehormatan, mereka dipilih dari berbagai wilayah di kekaisaran.

Belajar dari budaya yang sudah musnah, suku Inca melakukan yang terbaik untuk mengatasi bencana alam.

Untuk memastikan kelangsungan hidup rakyat dan kerajaan, mereka mengamati alam dan berusaha mendapatkan kendali atasnya. “Salah satu caranya adalah melakukan persembahan manusia,” imbuh MacQuarrie.