Fakta bahwa Manusia Purba Lebih Banyak Memulung daripada Berburu

By Galih Pranata, Jumat, 15 April 2022 | 11:00 WIB
Neanderthal mengais bangkai zebra untuk dimakan. (Peter Bischoff/Getty Images)

Nationalgeographic.co.id—Budaya populer atau dalam buku sejarah mainstream sering menunjukkan manusia purba sebagai pemburu yang agresif, menggunakan tongkatnya untuk membunuh hewan buruannya.

Lantas, benarkah jika kebanyakan manusia purba sebenarnya adalah pemulung? Gagasan ini pertama kali diajukan oleh para ahli pada paruh kedua abad ke-20.

Gagasan tentang budaya memulung merupakan sebuah tantangan bagi tesis tentang anggapan sejarah, bahwa pria prasejarah akan berburu makanan dan wanita yang bertugas mengumpulkannya.

"Sementara berburu adalah tindakan membunuh hewan untuk makanan, mengais atau memulung membuat mereka menemukan sisa-sisa hewan yang sudah mati," tulis Becky Little kepada History.

Becky Little menulis dalam artikelnya yang berjudul Early Humans May Have Scavenged More than They Hunted yang dipublikasikan pada 9 Januari 2020.

Para arkeolog di awal abad ke-20 yang menemukan sisa-sisa tulang hewan dengan peralatan manusia purba, berasumsi bahwa manusia purba—atau lebih khusus lagi, manusia prasejarah—pasti memburu hewan-hewan ini untuk dimakan.

Namun, anggapan itu kemudian menjadi pertanyaan mendalam bagi para ahli di kemudian hari. Para ahli kemudian mencatat bahwa banyak dari alat-alat purba tampaknya lebih tepat untuk memotong tulang dan daging daripada benar-benar membunuh hewan buruan.

Ilustrasi Homo erectus dari fosil yang dikenal dengan nama Daka Skull, ditemukan di Ethiophia. (Wikimedia Commons)

"Mengingat hal ini, manusia purba  diperkirakan lebih mungkin hanya memakan sisa-sisa hewan dari tangkapan hewan buas lainnya yang lebih dulu memangsa," imbuhnya.

Beberapa bukti menarik untuk ini muncul dalam penelitian terbaru di Kanjera South, sebuah situs arkeologi berusia 2 juta tahun di Kenya.

"Memperhatikan bahwa ada beberapa temuan fosil kepala hewan berukuran cukup besar yang terdapat di lokasi tersebut, para peneliti berteori bahwa predator yang lebih besar mengalami kesulitan membuka tengkorak besar ini," lanjutnya.

Itulah yang lantas membuat tengkorak hewan besar tersedia bagi manusia purba untuk diangkut dan dibawa ke habitatnya, kemudian dipecahkan tulang tengkoraknya dan ditelan otaknya.

"Diduga singa atau harimau purba bertaring tajam yang hidup di sana 1,8 juta tahun yang lalu mungkin telah membunuh dan memakan mangsanya," sambungnya.

  

Baca Juga: Manusia Purba Keluar dari Afrika Lebih dari Satu Gelombang Migrasi

Baca Juga: Tidak Sembarangan, Manusia Purba Ternyata Paham Penataan Ruangan

Baca Juga: Ilmuwan Temukan Hubungan Antara Gigi Manusia Purba dan Reptil Punah

Baca Juga: Ahli Buktikan Manusia Purba Sedang 'Fly' Sambil Menonton Gambar Cadas

  

Berita ini menjadi penting karena memberikan bukti arkeologis paling awal dari jenis perilaku dan budaya mencari sumber pangan dalam garis keturunan manusia," ungkap Joseph Ferraro, penulis utama dalam temuan arkeologisnya.

Ferraro dan timnya mengatakan manusia purba yang tinggal di Kanjera Selatan menunjukkan tanda-tanda mengais dan berburu, yang berarti bahwa membongkar hewan yang sudah mati bukanlah satu-satunya sumber daging mereka.

"Namun, mungkin saja mengais-ngais saja bisa memberikan nutrisi yang cukup bagi manusia purba," jelasnya lagi.

"Bahkan, satu bangkai zebra utuh dapat menghasilkan hampir 15 kilogram daging dalam potongan berbagai ukuran," tulis Pobiner di American Scientist pada 2016.

Bangkai zebra itu menyediakan lebih dari 60.000 kalori, dianggap cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan kalori harian sekitar 27 Homo erectus jantan.

Cara manusia purba memperoleh daging penting karena aksesnya kemungkinan memainkan peran besar dalam kisah evolusi manusia.