Eksekusi Sadis Skafisme: Penjahat Mati Perlahan dengan Susu dan Madu

By Sysilia Tanhati, Kamis, 21 April 2022 | 13:00 WIB
Meski Plutarch membuat catatan tentang skafisme, tidak ada bukti fisik dari eksekusi sadis ini. (Vincent Etter/Unsplash)

Nationalgeographic.co.id—Kekaisaran Persia menciptakan hukuman yang sadis dan mengerikan untuk memberi ganjaran mereka melakukan kesalahan: skafisme.

Berasal dari bahasa Yunani "skáphē" yang berarti mangkuk atau kuburan, skafisme menjadi salah satu metode eksekusi paling mengerikan.

Metode eksekusi ini dimulai sejak awal 500 SM. Dikenal juga sebagai eksekusi ‘perahu’, korban ditempatkan pada dua batang kayu atau perahu yang ditangkupkan dan diberi lubang. Saat itulah penderitaan mereka dimulai.

Dengan kepala serta anggota badan mencuat dan tubuh terperangkap di dalam, korban dipaksa mengonsumsi susu dan madu. Kedua cairan itu juga digunakan untuk menyiram korban. Kombinasi madu dan susu menyebabkan diare yang tak terkendali.

Penderitaan tidak selesai sampai di sana, dengan kotoran memenuhi perahu, algojo menuangkan madu ke wajah korban. Ini mengundang beragam serangga dan binatang lain untuk menggerogoti wajah dan tubuh mereka.

“Perlahan tapi pasti, korban pun meninggal dengan tragis,” ungkap Marco Margaritoff dilansir dari laman All That’s Interesting.

   

Sejarah skafisme

Penting untuk dicatat bahwa tidak ada bukti nyata dari skafisme. Sisa-sisa manusia atau bukti penyiksaan akan lama dihancurkan. Skafisme dikenal lewat karya-karya filsuf Yunani-Romawi Plutarch.

Plutarch mencatat tentang Raja Artaxerxes II yang menjatuhkan hukuman mati dengan metode skafisme pada Mithridates, prajuritnya. Hukuman ini diberikan karena pengkhianatannya. Sang raja menginginkan agar korbannya mati dengan perlahan. Pada akhirnya, Mithridates menjalani skafisme selama 17 hari sebelum akhirnya meninggal.

Plutarch menulis bahwa raja “memutuskan bahwa Mithridates harus dihukum mati dalam perahu; yang eksekusinya dilakukan dengan cara berikut: Mengambil dua perahu yang dibingkai dengan tepat agar sesuai.

Kemudian, menutupinya dengan yang lain, dan menyatukannya sehingga kepala, tangan, dan kakinya ditinggalkan di luar. Bagian tubuhnya yang lain dikurung di dalam. Penjaga menawarkannya makanan. Dan jika dia menolak untuk makan, mereka memaksanya dengan menusuk matanya. Kemudian, setelah dia makan, mereka menyiramnya dengan campuran susu dan madu.”