Plutarch merinci bagaimana campuran ini dituangkan ke wajah korban yang melepuh di bawah sinar matahari. Awalnya, hanya lalat yang akan tertarik pada korban. Namun, ketika tahanan buang air besar di perahu tertutup dan muntah, hama bermunculan.
“Ketika pria itu benar-benar mati, perahu paling atas diangkat. Mereka menemukan dagingnya dimakan. Gerombolan makhluk yang mengganggu seperti itu memangsa dan seolah-olah tumbuh dari dalam dirinya,” tulis Plutarch. “Dengan cara ini Mithridates, setelah menderita selama tujuh belas hari, akhirnya berakhir.”
Kematian akibat eksekusi ‘perahu’
Joannes Zonaras seorang teolog Bizantium merinci kengerian skafisme di abad ke-12. Penulis sejarah Bizantium berpendapat bahwa Persia kuno mengungguli semua orang barbar soal kekejaman dari hukuman mereka.
Zonaras juga menjelaskan bahwa perahu-perahu itu dipaku dengan kuat untuk menjamin tidak ada jalan keluar.
“Selanjutnya mereka menuangkan campuran susu dan madu ke dalam mulut lelaki malang itu, sampai dia mual. Algojo juga mengolesi wajah, kaki, dan lengannya dengan campuran yang sama, dan membiarkannya terkena sinar matahari,” tulisnya.
Baca Juga: Awal Konflik Besar Yunani-Persia: Pertempuran Maraton yang Legendaris
Baca Juga: Ambisi Xerxes I Merebut Yunani di Pertempuran Salamis Demi Nama Persia
Baca Juga: Catatan Sejarawan Kuno yang Ungkap Penghinaan Persia Pada Romawi
Baca Juga: Valerianus, Kaisar Romawi yang Mati dalam Hina oleh Raja Persia