Nationalgeographic.co.id—Seperti Yerusalem yang "dimiliki" oleh tiga tradisi keagamaan—Yahudi, Kristen, dan Islam— Sarandib juga dikenal sebagai tempat bersejarah bagi tiga agama. Kini, kita lebih mengenal dengan toponimi Srilangka. Negeri ini memiliki tiga situs penting bagi umat Buddha, Hindu, dan Islam.
Situs sakral tiga agama itu terletak di Puncak Adam, ketinggiannya 2.243 meter di atas permukaan laut. Lokasi persisnya di Distrik Ratnapura, Srilangka bagian Selatan.
Di formasi batuan tak jauh dari puncak, terdapat lekukan batu berbentuk tapak kaki sepanjang 1,8 meter. Orang Sinhala (penganut Buddha) menamainya Sri Pada dalam bahasa Sanskerta atau Tapak Kaki Suci. Mereka mempercayainya sebagai jejak kaki Sang Buddha untuk menandai bahwa wilayah ini penting bagi penerus ajarannya.
"Gunung itu seolah menyentuh langit. Ketika Adam turun ke bumi, dan menginjakkan kaki pertama kali di puncak gunung itu, ia masih bisa mendengar suara malaikat bernyanyi," tutur Profesor Ronit Ricci menggambarkan Puncak Adam di Sarandib. "Digambarkan bahwa kakinya di bumi, kepala di surga. Puncak itu liminal, antara surga dan dunia," tambah Ricci.
Ricci merupakan peneliti manuskrip Jawa dan Melayu di Department of Asian Studies and Comparative Religion, Hebrew University of Jerusalem. Saat itu dia berkesempatan sebagai pembicara dalam Wednesday Forum, 27 April silam. Forum mingguan itu diselenggarakan oleh oleh Indonesian Consortium for Religious Studies (ICRS) dan Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS) UGM.
Artefak ini juga penting dalam Hinduisme. Umat Hindu meyakininya sebagai tapak kaki Dewa Siwa, sehingga menamainya Shivanolipatha Malai dan Shiva padam. Dua kata yang berarti sama, yaitu jejak kaki Dewa Siwa. Negeri ini juga melekat dalam kisah Ramayana yang merujuk pada Alengka sebagai kerajaan Rahwana.
Sedangkan umat Islam mempercayainya sebagai tapak kaki Nabi Adam. Di sinilah Adam pertama kali menjejakkan kakinya ke bumi dan menjalani hukuman sebagai manusia. Mereka menjuluki gunung tempat artefak itu dengan nama Puncak Adam. Pun, sebutan itu masih digunakan hingga sekarang.
Secara etimologi, pulau ini mengalami banyak perubahan nama. Sebutan paling arkaik bagi pulau ini adalah Langka. Berasal dari Sanskerta Lankadeepa yang berarti tanah bersinar. Dalam kisah epik Ramayana, yang berkembang di wilayah ini, Langka sama artinya dengan Alengka, yaitu nama wilayah kerajaan di mana Rahwana bertahta.
Orang Arab menyebutnya "Sarandib", yang telah digunakan paling tidak sejak tahun 361. Kata ini diduga berasal dari bahasa Sanskerta simhaladvipa, yang dilafalkan oleh orang Arab menjadi Sarandib. Sedangkan orang Persia menamainya Serendip.
Sarandib atau Serendip juga diserap ke dalam bahasa Inggris menjadi serendipity. Kata ini mulai digunakan setelah Horace Walpole menerbitkan buku berjudul "Three Princes of Serendip" pada 1754. Ia berkisah tentang tiga petualang yang dalam perjalanannya menemukan keberuntungan tanpa berniat mencarinya. Sejak itu serendipity digunakan untuk menyebut suatu peristiwa ketaksengajaan.
Di bawah kekuasaan Belanda, kemudian Inggris, pulau ini disebut Ceylon. Nama ini terus dipakai hingga 1972. Pada 2 Mei 1972, sistem pemerintahan berubah menjadi republik dan nama resmi negaranya adalah Republik Srilangka.