Menara Trajan: Sebuah Catatan Perang Menjulang di Tengah Roma

By National Geographic Indonesia, Senin, 9 Mei 2022 | 08:00 WIB
Ketika jatuh sakit dan meninggal, Trajanus (berkuasa dari 98 hingga 117 M) sedang memperluas Kekaisaran Romawi ke perbatasannya yang terjauh. Pada patung marmer ini, dia mengenakan baju zirah yang biasa digunakan dalam pawai kemenangan. KOLEKSI: NY CARLSBERG GLYPTOTEK, KOPENHAGEN; DIFOTO DI MUSEI CA (Kenneth Garrett/National Geographic)

Tingginya 38 meter, terbuat dari marmer, dihiasi spiral ukiran rumit dengan 155 adegan. Inilah catatan perang yang menjulang di tengah Roma. Kisahnya: Bagaimana sang Kaisar menaklukkan musuh yang garang tapi mulia.

    

Oleh Andrew Curry

Foto oleh Kenneth Garrett

Nationalgeographic.co.id—Dalam dua perang berturut-turut antara 101 dan 106 M, Kaisar Trajanus menggalang puluhan ribu tentara Romawi. Mereka menyeberangi Sungai Danube lewat dua jembatan yang termasuk terpanjang di dunia kuno. Mereka dua kali mengalahkan kekaisaran barbar perkasa di wilayah mereka sendiri dengan lanskap bergunung-gunung, lalu secara sistematis menghapusnya dari muka Eropa.

Perang Trajanus terhadap bangsa Dacia, peradaban di daerah yang kini menjadi Rumania, merupakan peristiwa penting dalam masa kekuasaannya yang sepanjang 19 tahun. Seorang pencatat sejarah masa itu menyombongkan bahwa penaklukan itu menghasilkan hampir seperempat juta kilogram emas dan hampir setengah juta kilogram perak, belum lagi provinsi baru yang subur.

Harta rampasan itu mengubah lanskap Roma. Untuk memperingati kemenangan, Trajanus memerintahkan pembangunan alun-alun yang mencakup lapangan luas yang dikelilingi barisan tiang beratap, dua perpustakaan, gedung sipil besar yang disebut Basilika Ulpia. Alun-alun itu “unik di kolong langit,” kata seorang sejarawan awal dengan menggebu-gebu.Di sana menjulang sebuah menara batu se-tinggi 38 meter, di puncaknya terpasang patung perunggu sang penakluk.

Pada permukaan menara itu, kisah tentang perang Dacia ditutur-kan memutar: Ribuan orang Romawi dan Dacia yang diukir dengan cermat tampak sedang berbaris, membangun, bertempur, berlayar, menyelinap, bernegosiasi, memohon, dan musnah dalam 155 adegan. Dirampungkan pada tahun 113, menara ini telah berdiri selama 1.900 tahun lebih.Ukiran yang terkikis menyulitkan orang untuk melihat dengan jelas beberapa adegan pertama kisah itu. Di sekelilingnya terdapat reruntuhan—alas kosong, batu ubin retak, tiang patah, dan patung pecah—menyiratkan kemegahan Forum Trajanus, dan menjadi saksi tentang kejayaan kekaisaran lampau.

Menara itu adalah salah satu pahatan monu-mental paling khas yang selamat dari masa kejatuhan Romawi. Selama berabad-abad, para ahli kebudayaan Romawi dan Yunani kuno menganggap ukiran ini sebagai sejarah visual perang, dengan Trajanus sebagai pahlawan dan Decebalus, si raja Dacia, sebagai musuh yang layak. Para arkeolog menelaah adegan itu untuk mempelajari seragam, senjata, perlengkapan, dan taktik pasukan Romawi. Dan, karena Tra-janus menghancurkan Dacia, menara itu dan sisa patung tentara pecundang yang dulu menghiasi alun-alun ini, kini dihargai bangsa Rumania sebagai petunjuk tentang penampilan fisik dan pakaian leluhur Dacia mereka.

Menara Trajanus, yang di puncaknya terpasang patung Santo Petrus atas perintah seorang paus Renaisans, menjulang di tengah reruntuhan Forum Trajanus. Dulunya, gedung ini memiliki dua perpustakaan, dan menjadi gedung sipil besar yang pembangunannya dibiayai harta rampasan perang dari Dacia. (Kenneth Garrett/National Geographic)

Menara itu sangat berpengaruh, mengilhami monumen-monumen di kemudian hari di Roma dan di seluruh kekaisaran. Selama berabad-abad, sementara penengara lain di kota itu hancur, menara itu terus membangkitkan rasa kagum dan takjub. Seorang paus Renaisans mengganti patung Trajanus dengan patung Santo Petrus, untuk menguduskan artefak kuno itu. Para seniman masuk ke keranjang dan turun dari puncak menara untuk mempelajarinya secara terperinci. Cetakan plester menara dibuat mulai 1500-an, dan cetakan tersebut melestarikan perincian yang terkikis oleh hujan asam dan polusi udara.

Perdebatan masih sengit tentang pem-bangunan menara itu, maknanya, dan ter-utama, ketepatan sejarahnya. Kadang-kadang, sepertinya penafsiran tentang menara itu hampir sama banyaknya dengan sosok ukirannya, yang berjumlah 2.662.