Menara Trajan: Sebuah Catatan Perang Menjulang di Tengah Roma

By National Geographic Indonesia, Senin, 9 Mei 2022 | 08:00 WIB
Ketika jatuh sakit dan meninggal, Trajanus (berkuasa dari 98 hingga 117 M) sedang memperluas Kekaisaran Romawi ke perbatasannya yang terjauh. Pada patung marmer ini, dia mengenakan baju zirah yang biasa digunakan dalam pawai kemenangan. KOLEKSI: NY CARLSBERG GLYPTOTEK, KOPENHAGEN; DIFOTO DI MUSEI CA (Kenneth Garrett/National Geographic)

Kuil yang sebagian dipugar ini berdiri di dekat altar bundar di wilayah suci Sarmizegetusa, yang dihancurkan setelah kemenangan Romawi. Trajanus memukimkan veteran perang Romawi di provinsi baru itu, peninggalan yang tecermin dalam nama modern negara ini, Rumania. (Kenneth Garrett/National Geographic)

Bangsa Dacia tidak memiliki bahasa tulis, jadi yang kita ketahui tentang budaya mereka tersaring melalui sumber-sumber Romawi. Banyak bukti menyiratkan bahwa mereka merupakan bangsa yang berkuasa di wilayahnya selama berabad-abad, menjarah dan meminta upeti dari tetangga mereka. Mereka perajin logam terampil, menambang dan melebur besi dan mendulang emas untuk membuat senjata dan perhiasan indah.

Sarmizegetusa adalah ibu kota politik dan spiritual mereka. Reruntuhan kota itu terletak tinggi di pegunungan di Rumania tengah. Pada masa Trajanus, perjalanan 1.600 kilometer dari Roma memakan waktu sekurangnya satu bulan. Untuk mencapai situs itu pada zaman sekarang, pengunjung harus melalui jalan tanah berlubang-lubang di lembah suram seperti yang dulu dihadapi Trajanus. Pohon-pohon beech menjulang yang tumbuh lebat di atas Sarmizegetusa menghalangi mata-hari, menyejukkan, bahkan pada hari panas. Ada jalan batu ubin lebar yang merentang dari tembok benteng yang tebal dan setengah ter-kubur ke padang rumput yang luas dan datar.

Bentang hijau ini—teras yang dibentuk di lereng gunung—adalah jantung agama dunia Dacia. Masih ada sisa-sisa bangunan, campuran batu asli dan reproduksi beton, peninggalan dari upaya pemugaran yang gagal pada era komunis. Tiga lingkaran tiang batu menandai adanya kuil megah yang agak mirip dengan gedung-gedung bulat Dacia di Menara Trajanus. Di sebelahnya ada altar batu bundar yang rendah dengan motif sinar matahari, pusat suci alam semesta Dacia.

   

Baca Juga: Mengenal Sosok Trajan, Kaisar Romawi Kuno Dengan Gelar Optimus

Baca Juga: Mengapa Bangsa Romawi Kerap Memiliki Kaisar yang Gila dan Sesat?

 Baca Juga: Benarkah Kaisar Romawi Nero yang Membakar Roma dan Melakukan Inses?

 Baca Juga: Marcus Aurelius: Kaisar Romawi Baik Hati yang Juga Seorang Filsuf

 Baca Juga: Septimius Severus: Bagaimana Orang Afrika Bisa Menjadi Kaisar Romawi?

   

Selama enam tahun terakhir, Gelu Florea, arkeolog dari Universitatea Babeș-Bolyai di Cluj-Napoca, menggali situs itu setiap musim panas. Reruntuhan yang tersingkap, beserta artefak yang diperoleh kembali dari penjarah, mengungkapkan pusat produksi dan ritual agama yang makmur. Florea dan timnya menemukan bukti tentang keahlian militer Romawi dan pengaruh seni dan arsitektur Yunani. Menggunakan pencitraan udara, arkeolog meng-identifikasi lebih dari 260 teras buatan manusia, yang membentang hampir lima kilometer di sepanjang lembah. Luas seluruh permukiman itu lebih dari 280 hektare. “Betapa kosmopolitan kehidupan mereka di atas pegunungan,” kata Florea. “Ini permukiman terbesar, paling kompleks, dan paling mewakili di Dacia.”

Tidak ada tanda-tanda bahwa bangsa Dacia bercocok tanam di sini. Tidak ada ladang yang digarap. Sebaliknya, arkeolog menemukan re-runtuhan bengkel dan rumah, bersama tungku untuk memurnikan bijih besi, berton-ton bongkah besi yang siap ditempa, dan puluhan paron. Tampaknya, kota ini menjadi pusat produksi logam, memasok orang Dacia lain dengan senjata dan perkakas yang ditukar emas dan biji-bijian.

Sulit membayangkan upacara yang pernah diadakan di sini—dan kehancuran peradaban ini.Penghancuran kuil dan altar tersuci Dacia disusul oleh kejatuhan Sarmizegetusa. “Semuanya dibongkar oleh orang Romawi,” kata Florea. “Tidak tersisa satu bangunan pun di seluruh benteng itu. Ini sebuah pertunjukan kekuatan—kami punya sarana, kami punya kekuatan, kami yang berkuasa.”

Wilayah Dacia lain juga diporak-porandakan. Di dekat puncak menara terdapat sekilas akhir cerita: sebuah desa yang dibakar, orang-orang Dacia yang berlarian, provinsi yang kosong kecuali sapi dan kambing.

Kedua perang itu tentu menewaskan puluhan ribu jiwa. Seseorang pada zaman itu mengklaim bahwa Trajanus mengambil 500.000 orang tawanan, membawa sekitar 10.000 orang ke Roma untuk bertarung dalam pertandingan gladiator yang dipentaskan selama 123 hari untuk merayakan kemenangan.