Pawai Kemenangan Romawi Jadi Ajang Pamer Kekuatan sang Pemenang Perang

By Sysilia Tanhati, Sabtu, 14 Mei 2022 | 07:00 WIB
Bagi kaisar Augustus, pawai ini berpotensi jadi ancaman bagi kaisar. (Peter Paul Rubens/London National Gallery)

Pawai kemenangan yang paling terkenal sekaligus terakhir adalah untuk Pompeius yang Agung. Pada tahun 61 SM—bertepatan dengan ulang tahunnya yang keempat puluh lima—ia merayakan kemenangan yang luar biasa megah. “Butuh dua hari untuk menyelesaikannya,” imbuh johns.

Didampingi oleh tawanan yang berhasil dikalahkan, pawai ini dilakukan setelah ia memenangkan pertempuran di timur dan memberantas pembajakan.

Tidak main-main, Pompeius membawa kepala bajak laut, keluarga Raja Tigranes dari Armenia, Aristobulus, Raja Yahudi, dan saudara perempuan dan anak-anak Mithridates, Raja Pontus.

Jarahan yang dipamerkan juga mengejutkan. Appian mengeklaim bahwa Pompeius masuk kota dengan kereta bertatahkan permata, mengenakan jubah Alexander Agung.

Penguasa dunia: kaisar dan pawai kemenangan Romawi

Transformasi dari Republik menjadi Principate di bawah Augustus secara tegas mengubah pawai kemenangan di Romawi.  

Cerdas secara politik, Augustus dengan cepat mengidentifikasi ancaman kejayaan militer. Menurutnya, jika seorang pria mendapatkan terlalu banyak popularitas di antara legiun, dia bisa menantang kaisar.

Sejak 28 SM, dia telah memblokir pawai kemenangan Marcus Licinus Crassus Muda. Pawai terakhir yang tercatat di Fasti Triumphales terjadi pada 19 SM, diberikan kepada Cornelius Balbus atas keberhasilannya di Afrika.

Setelah itu, semua kemenangan akan dimenangkan atas nama kaisar. “Ini mencerminkan kekuasaan tertinggi kaisar,” imbuh Johns.

Keputusan Marcus Agripa untuk menolak kemenangan pada tahun 14 M menjadi preseden untuk apa yang terjadi selanjutnya. Jumlah pawai kemenangan Romawi yang diberikan turun tajam pada periode kekaisaran.

Meski senat berdebat, adalah hak prerogatif kaisar untuk memberikan kemenangan. Namun kemenangan juga dapat ditunjukkan lewat pembangunan monumen yang menggambarkan adegan perang, harta jarahan, dan tahanan.

Meski jumlah pawai kian menurun, ideologinya terus berlanjut. Bagi para kaisar, prosesi kemenangan adalah sarana untuk melegitimasi kekuasaan mereka dalam skala besar. Ini adalah sarana untuk mengomunikasikan kekuasaan atas dunia dan legion kepada bangsa Romawi.

Gagasan tentang pawai juga memikat para seniman di seluruh Eropa. Oleh seniman, prosesi kemenangan dijadikan sebagai subjek karya seni terselubung.

Daya tarik modern dengan kemenangan Romawi tidak berakhir di era Renaisans. Ini diteruskan oleh para elit di Eropa sebagai wacana yang menginformasikan dan mengilhami ambisi imperialistik modern.

Kemenangan, perayaan kehebatan militer dan penaklukan bangsa-bangsa, dengan demikian menjadi model yang menarik untuk diadopsi.

Meski asal-usulnya tidak jelas, pawai kemenangan Romawi muncul sebagai salah satu warisan budaya yang paling abadi dari kekaisaran Romawi. Ini muncul simbol politik yang kuat, yang siap dieksploitasi oleh masyarakat modern.

Prosesi besar kemegahan bela diri ini, bercampur dengan tragedi perang yang sangat manusiawi, pun berevolusi dari waktu ke waktu.