Rentannya Pari Manta Taman Nasional Komodo karena Terbuai Pariwisata

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Selasa, 17 Mei 2022 | 08:00 WIB
Pari manta karang (Mobula alfredi) sedang berkeliling di terumbu 'stasiun pembersih' untuk mencari makan. (Simon J Pierce)

Nationalgeographic.co.id—Di daratan, komodo adalah primadona Taman Nasional di Labuan Bajo, Flores. Akan tetapi, jika Anda menyelam di sekitar, ternyata ada banyak pari manta karang (Mobula alfredi) berkeliaran di dalam perairan sekitar pesisir untuk mencari makan.

Berdasarkan International Union for Conservation of Nature (IUCN), pari manta masuk dalam kelompok rentan terancam punah. Satwa ini hanya sedikit memiliki peluang keberhasilan bertelur, satu anakan dalam waktu tiga sampai lima tahun, dan baru matang seksual pada usia sekitar sepuluh tahun.

Satwa ini punya kisah tentang persebaran di sekitar laut Taman Nasional Komodo. Kisahnya dikupas dalam pantauan para ilmuwan dari Marine Megafauna Foundation, Universitas Udayana, Bali, dan Murdoch University, Australia.

Dalam pantauannya, pari manta terlihat sedang asyik mengunjungi 'stasiun pembersihan' di terumbu karang demi mendapatkan parasit, atau kulit mati dari ikan kecil. Beberapa pasang ekor di antaranya juga terlihat sedang 'memadu kasih'.

Para ilmuwan menjumpai mereka bertujuan untuk mendata populasi, mencocokan, dan membuat katalog mereka dengan populasi di seluruh dunia. Sebagian besar dokumentasi yang dilakukan berada pada empat lokasi dari 20 titik yang biasa dikunjungi kapal wisata.

"Orang-orang menyukai pari manta—salah satu hewan paling ikonik di lautan kita," kata Andrea Marshall, ilmuwan utama dalam pendataan dan salah satu pendiri Marine Megafauna Foundation, dikutip dari Eurekalert.

Pari manta adalah spesies yang rentan terancam punah karena reproduksinya yang sulit dan kematangan seksualnya yang lama. Perlu ada perhatian untuk konservasi pari manta, terutama di Taman Nasional Komodo yang ramai dikunjungi wisatawan. (Andrea D. Marshall/Marine Megafauna Foundation)

"Meningkatnya jumlah orang yang terlibat dalam menyelam SCUBA, snorkeling dan munculnya kamera bawah air yang terjangkau berarti bahwa foto dan video yang diambil oleh publik selama liburannya dapat digunakan untuk pengumpulan data skala yang cepat dan terjangkau."

Hasil pemantauan mereka dipublikasikan di jurnal Aquatic Biology pada Selasa, 16 Mei 2022 bertajuk Residency, movement patterns, behavior and demographics of reef manta rays in Komodo National Park.

Foto yang dikumpulkan beserta infromasi waktu dan lokasinya, digunakan untuk menyusun sejarah penampakan individu pari manta. Pergerakannya kemudian dianalisis dalam model pergerakan statistik.

Hasilnya, para ilmuwan melaporkan, beberapa pari manta bergerak di sekitar taman nasional dan terkonsentrasi di sana. Tetapi, beberapa individu lainnya, bahkan bisa terlampau jauh ke Kawasan Konservasi Laut (KKL) Nusa Penida, Bali sekitar 450 kilometer jauhnya di barat.

"Saya sangat tertarik bagaimana beberapa pari manta tampaknya lebih suka menghabiskan waktu mereka di beberapa situs ketimbang di tempat lain, bahkan ketika situs tersebut berjarak lima kilometer, yang merupakan jarak pendek untuk seekor pari manta," kata Elitza Germanov, salah satu ilmuwan dalam Marine Megafauna Foundation.

Sebelumnya, bagian perairain Taman Nasional Komodo tidak terlindungi. Sejak 1984, pemerintah melarang penangkapan ikan di wilayah pesisir, termasuk di habitat pari manta.

Namun, aktivitas penangkapan ilegal dan pari manta yang berpindah ke kawasan rentan penangkapan, membuat populasinya terancam. Para ilmuwan menyebut sekitar lima persen dari pari manta Komodo mengalami cedera permanen yang kemungkinan disebabkan oleh alat penangkapan.

   

Baca Juga: Melihat Proses Menetasnya Telur Komodo, Naga Terakhir di Bumi

Baca Juga: Melacak Surga Pari Manta di Rajaampat: Yef Nabi Kecil sampai Arborek

Baca Juga: Menjelajah di Labuan Bajo dan Pulau Komodo, Surga Sang Naga Purba

Baca Juga: Studi: Ada Banyak Kawasan Lindung Tetapi Tidak Semua Layak Konservasi

Masalahnya pariwisata Taman Nasional Komodo sangat populer. Germanov dan tim mencatat, selama penelitian, kawasan itu menghasilkan 34 persen kapal pariwisata yang mengunjungi situs pari manta. Aktivitas seperti berperahu, menyelam, dan snorkeling, jika berlebihan punya dampak negatif terhadap spesies rentan ini dan habitatnya.

Para penulis makalah ini memberikan rekomendasi agar konservasi pari manta di Taman Nasional Komodo opitmal. Mereka menyarankan agar ada pembatasan jumlah perahu wisata yang diperbolehkan di semua lokasi situs pari manta, dan membuat kode etik menyelam dan snorkeling yang wajib diterapkan.

"Studi ini menunjukkan bahwa tempat-tempat yang biasa dikunjungi wisatawan untuk mengamati pari manta penting bagi hewan untuk mencari makan, membersihkan, dan kawin," ujar Ande Kefi, pegawai Taman Nasional Komodo yang turut membantu para ilmuwan memantau penyebaran pari manta. "Artinya, Taman Nasional Komodo harus membuat langkah-langkah untuk membatasi gangguan di situs-situs tersebut."

Dia juga mengutarakan bahwa pihak Taman Nasional Komodo memberlakukan batasan jumlah perahu dan pengunjung salah satu situs manta yang terkenal tahun 2019 silam. "Saya harap studi ini akan mendorong operator pariwisata untuk memahami perlunya peraturan yang sudah diberlakukan dan meningkatkan kepatuhan," tambahnya.