Nationalgeographic.co.id—Surga terakhir di bumi itu ada di Indonesia. Tepatnya di Papua Barat. Nirwana itu bernama Raja Ampat. Julukan surga itu diberikan oleh publik internasional. Bukan semata-mata dibuat oleh masyarakat Indonesia, apalagi orang-orang lokal Raja Ampat.
Para penyelam internasional kerap menjuluki Raja Ampat sebagai Surga Terakhir di Bumi (The Last Paradise on Earth) karena kejernihan airnya dan keindahkan laut serta kecantikan spesies-spesies di dalamnya. Raja Ampat juga dijuluki sebagai Amazon Lautan Dunia (the Amazon of the Oceans) oleh para ilmuwan dan pemerhati lingkungan karena keanekaragaman hayati karang dan berbagai spesies lautnya.
Mencakup 4,6 juta hektare daratan dan lautan, di mana lebih dari 2 juta hektare-nya adalah kawasan konservasi perairan, Kepulauan Raja Ampat merupakan "rumah" bagi lebih dari 1.600 spesies ikan dan 75% spesies karang yang dikenal di dunia. Bahkan 6 dari 7 jenis penyu yang terancam punah masih bisa ditemukan di perairan Raja Ampat. Tak hanya itu, 17 spesies mamalia laut dunia lainnya juga ada di sini.
Arus laut dalam yang kuat membawa nutrisi ke perairan Raja Ampat, hingga ke hutan bakau, danau air asin, dan hamparan padang lamunnya. Arus ini membentuk jejaring makanan kompleks yang menjadi sumber makanan bagi keanekaragaman kehidupan laut yang spektakuler, termasuk manusia di sekitarnya. Tak heran jika Raja Ampat dijuluki sebagai "pabrik spesies" laut dunia.
Salah satu spesies laut yang khas di Raja Ampat adalah pari manta. Banyak wisatawan yang jauh-jauh datang menyelam atau snorkeling di Raja Ampat hanya untuk melihat pari manta. Setidaknya ada dua spesies pari manta di Raja Ampat, yakni pari manta karang (Mobula alfredi) dan pari manta oseanik atau pari manta raksasa (Mobula birostris). Pari manta di Raja Ampat bisa tumbuh hingga sepanjang 5 meter.
Hasil studi berjudul "Natural history of manta rays in the Bird’s Head Seascape, Indonesia, with an analysis of the demography and spatial ecology of Mobula alfredi" menunjukkan banyaknya situs agregasi pari manta di Selat Dampier dan Waigeo Barat, Raja Ampat. Selain itu, studi ini juga mengidentifikasi empat habitat pembesaran juvenil (individu muda) pari manta di Laguna Wayag dan Hol Gam. Adanya urgensi untuk memantau situs agregasi pari manta tersebut, khususnya daerah pembesaran, dan adanya habitat pari manta yang belum diketahui mendorong Yayasan Reef Check Indonesia (YRCI) melihat untuk melakukan kajian sensus populasi dan pola pergerakan pari manta di Raja Ampat.
Kajian ini dilaksanakan pada April-November 2021 di tiga kawasan konservasi perairan (KKP) di Kepulauan Raja Ampat, yakni Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Selat Dampier, Suaka Alam Perairan (SAP) Raja Ampat, dan SAP Waigeo Sebelah Barat. Tujuan dari kajian ini, antara lain memahami penggunaan habitat juvenil pari manta karang di daerah pembesaran, memahami pola migrasi pari manta di daerah yang masih belum banyak dikaji, memantau situs agregasi manta sekaligus mengeksplorasi habitat kritis lain yang belum pernah teridentifikasi. Secara umum, terdapat tiga pendekatan yang digunakan, yaitu identifikasi fotografis, telemetri satelit, dan telemetri akustik pasif.
Setiap individu pari manta memiliki totol-totol dengan pola unik dan bersifat permanen pada bagian perutnya. Pendekatan identifikasi fotografis memanfaatkan pola unik tersebut untuk membedakan antara individu pari manta satu dengan lainnya. Dengan kamera bawah laut, foto identifikasi (foto ID) dari setiap individu pari manta didokumentasikan pada saat survei populasi yang dilaksanakan di lima lokasi, yaitu Yef Nabi Kecil, Laguna Wayag, Hol Gam, Dayan, dan perairan di sekitar Arborek.
Kajian yang dilakukan dalam kurun waktu April hingga November 2021 ini berhasilkan mendokumentasikan 35 foto-ID pari manta karang (Mobula alfredi) dari 29 individu yang berbeda. Sebanyak 15 individu dari 29 individu ini sudah ada di dalam katalog basis data pari manta di Raja Ampat, sedangkan 14 individu lainnya merupakan individu baru yang belum pernah didokumentasikan. Dari 14 individu baru ini, 6 didokumentasikan di Yef Nabi Kecil, 6 individu di Laguna Wayag, dan 2 individu lainnya di Manta Sandy dan Dayan. Yang menarik adalah 11 dari 14 individu baru ini merupakan pari manta muda atau juvenil.
Telemetri akustik pasif digunakan untuk memantau penggunaan habitat oleh pari manta dengan memanfaatkan sinyal akustik yang dipancarkan oleh tag akustik. Sebanyak 5 tag akustik dipasangkan pada pari manta pada Mei 2021 di Yef Nabi Kecil (2 tag), Laguna Wayag (1 tag), Manta Sandy (1 tag), dan Hol Gam (1 tag).
Receiver akustik dipasang di bawah laut untuk menangkap sinyal akustik ini di tiga lokasi, yaitu Laguna Wayag, Hol Gam dan Yef Nabi Besar pada April dan Mei 2021. Hasil pemantauan dengan telemetri akustik pasif ini menunjukkan receiver akustik di Hol Gam berhasil merekam 16 deteksi akustik dari satu ekor pari manta pada 30 Mei 2021 dan 14 Jun 2021, yang menunjukkan bahwa pari manta tersebut berada di sekitar recceiver untuk beberapa waktu. Di Yef Nabi Besar, receiver berhasil merekam 4 deteksi akustik dari 2 individu yang berbeda pada tanggal 10 Mei dan 23 Mei.
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR