Kenduri Sko, Ketika Kerinci Memandikan Naskah Melayu Tertua di Dunia

By National Geographic Indonesia, Selasa, 17 Mei 2022 | 16:44 WIB
Kehidupan warga yang tinggal di sekitar Danau Kerinci, Jambi. (Feri Latief/National Geographic Indonesia)

Warga desa semakin banyak berdatangan dari berbagai penjuru. Kaum ibu terlihat membawa beberapa potong ruas bambu berhias. Bambu bukan sembarang bambu, melainkan berisi lemang! Makanan tradisional dari ketan dan santan yang dimasaknya dengan cara dipanggang dalam ruas batang bambu.

Lemang telah dimasak sehari sebelumnya. Setiap rumah memasak lemang, untuk dimakan sendiri dan dibagikan kepada para tamu. Makananan ini dikumpulkan di masjid, tempat kenduri atau pestanya. Selepas makan bersama, para tamu mendapat oleh-oleh lemang untuk dibawa pulang.

Ada keistimewaan Kenduri Sko di Tanjung Tanah. Warga memiliki pusaka berupa naskah Kitab Hukum Melayu tertua di dunia! Pusaka atau Sko inilah yang setiap lima tahun sekali dikeluarkan dari tempat penyimpanannya dan “dimandikan” dengan air jeruk limau.

Ninie Susanti, pakar epigrafi atau benda-benda bertulis dari masa lampau, menjelaskan perihal Kitab Hukum Tanjung Tanah tersebut. “Ini adalah satu naskah yang setelah di uji bahannya, medianya adalah dari kulit kayu atau daluang. Diperkirakan berasal dari abad ke-14 masehi.”

Warga memasak ketan bersantan dalam bambu atau Lemang untuk menyambut Kenduri Sko. (Feri Latief/National Geographic Indonesia)

Ninie merupakan mantan dosen di FIB Universitas Indonesia, yang kini menjabat sebagai Ketua Umum Perkumpulan Ahli Epigrafi Indonesia. Dia menerangkan bahwa pada pengujian paleografinya, kitab hukum ini ditulis dalam aksara Sumatra Kuno dalam bahasa Melayu Kuno.

Kitab ini adalah naskah hukum yang mendasari kehidupan masyarakat pada saat itu di satu lingkungan tertentu di daerah Kerinci. Menurut Ninie, kitab ini penting karena menjadi naskah tertua sesuai dengan pengkajian bentuk dan isinya. Juga pengkajian pada media dan paleografinya.

“Jelas merupakan satu hal yang sangat penting karena di dalam isinya mengandung satu perintah maupun pun hukum yang mengkaitkan satu kemaharajaan di Dharmasraya.”

Dharmasraya (sekarang masuk wilayah Sumatra Barat) adalah kerajaan dibawah Adhityawarman, penguasa Kerajaan Melayu yang terletak di hulu Sungai Batanghari. Ia berkuasa pada abad ke-14 masehi, semasa dengan Kitab Hukum Tanjung Tanah. Kelak kerajaan itu pindah ke pedalaman Minangkabau.

Tampaknya, terdapat hubungan erat antara kerajan melayu Dharmasraya dan Kerinci. Bahkan, hubungan masih berlanjut hingga hari ini. pada acara Kenduri Sko ini pemerintah daerah Dharmasraya menyumbang kerbau bule atau albino untuk menjadi hidangan kenduri. Kerbau ini langka dan berharga sangat tinggi. Mungkin saja ini jadi bagian tradisi kerajaan melayu pada waktu itu dan berlanjut sampai saat ini.

Uniknya, isi naskah ini dikutip ulang oleh kitab-kitab pada masa sesudahnya saat orientasi keagamaan sudah berubah menjadi Islam.

“Naskah ini dikutip dengan aksara Jawi, yaitu berbahasa melayu madya. Isinya persis, hanya dikurangi bagian-bagian yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Misalnya, barang siapa yang maling babi, maling anjing itu sudah tidak ada,” terang Ninie.