Wanita-Wanita Pezina Berdarah Asia yang Dihukum Mati di Batavia

By Utomo Priyambodo, Kamis, 26 Mei 2022 | 12:00 WIB
Stadspoort, Batavia. Foto sekitar 1900-1910. (KITLV)

Nationalgeographic.co.id—Kasus perzinaan sudah terjadi di Batavia sejak dulu. Namun, para pelaku tidak dibiarkan bebas atas kelakuan bejat tersebut. Mereka mendapat hukuman yang sangat kejam.

Pemerintah kolonial Belanda berupaya keras menghapus jiwa gelandangan dan kecabulan bagi segenap warga kota. Oleh karena itu, siapa pun yang melakukan kecabulan akan mendapat hukuman yang kejam.

Itulah yang menimpa beberapa wanita yang berzina. Salah satu wanita nahas tersebut bernama Sara. Wanita binal itu berakhir tragis di tiang gantungan.

"Adalah Jaques Speax, seorang anggota Dewan Hindia Belanda, sekali waktu dipanggil pulang ke negeri Belanda. Kota Batavia ketika itu dipimpin Gubernu Jan Pieterszoon Coean. Speax menitipkan putrinya bernama Sara, kepada Coen. Sara adalah anak hasil perkawinan Speax dengan gundiknya, seornag wanita Jepang," tulis Zaenuddin HM di buku Kisah-Kisah Edan Seputar Djakarta Tempo Doeloe.

Sara yang baru berusia 13 tahun itu dipekerjakan oleh Coen sebagai salah seorang di antara dayang-dayang istrinya, Eva. Namun rupanya Sara tidak bisa menjaga kelakuannya. Suatu hari Sara ketangkap basah sedang berzina dengan kekasihnya bernama Cottenhoeff, yang berusia 17 tahun, di rumah Coen.

"Cottenhoeff, si perwira muda yang tampan itu, kemudian dihukum pancung. Sedangkan Sara yang masih di bawah umur ditelanjangi dan dipertontonkan kepada umum di depan pintu masuk Balaikota," catat Zaenuddin.

Coen juga marah besar pada tingkah Sara itu. Dia menolak memberikan grasi walaupun didesak oleh para pendeta.

Sara harus menjalani pengadilan dan akhirnya dieksekusi mati dengan cara gantungan. Speax, ayah Sara yang kemudian menggantikan kekuasaan Coen, menolak ikut serta dalam kebaktian gereja bersama para hakim yang mengadili putrinya.

Bukan cuma Sara. Ada beberapa wanita lainnya yang juga mendapat hukuman sadis lantara berzina. Leonard Blusse dalam bukunya Persekutuan Aneh (LKIS, 2004) juga mencatat peristiwa sengketa hukum yang terjadi pada 1639 terhadap Catrina Casembroot dan teman-temannya yang berdarah Asia.

  

Baca Juga: Saatnya Gulungan Arsip VOC Ungkap Losmen Lampu Merah di Batavia

Baca Juga: Bank van Lening di Batavia, Pegadaian Pertama di Asia Tenggara

Baca Juga: Catatan Kelam Batavia, Sepuluh Ribu Orang Tionghoa Dibantai Kompeni

Baca Juga: Agar Pasukannya Betah di Batavia, Jan Pieterszoon Coen Impor Gadis

Baca Juga: Misteri Meriam 'Cabul' Si Jagur yang Dipakai Belanda di Batavia

     

Catrina adalah janda Nicholas Casembroot, seorang pedagang di Batavia. Ia dituduh melakukan zina dengan sejumlah laki-laki, baik ketika suaminya masih hidup maupun setelah meninggal.

Kasus yang sama juga melibatkan Lucia de Coenja, perempuan India, istri Anthonij de Coenja, yang merupakan kawan Catrina. Annika da Silva, seorang pribumi, istri serdadu VOC bernama Leender Jacobs, juga tersangkut kasus serupa. Ia dituduh berzina dengan beberapa lelaki ketika suaminya masih hidup. Annika juga dituduh berusaha membunuh suaminya dengan cara meracuninya.

Akhirnya, eksekusi hukuman mati diterima oleh wanita-wanita pezina tersebut. Berdasarkan hasil keputusan pengadilan kolonial Belanda, Catrina dieksekusi dengan dibenamkan ke dalam tong berisi air.

Ketiga wanita lainnya diikat pada tiang, dan satu demi satu leher mereka dicekik sampai mati. Wajah mereka dicap dan semua harta mereka disita. Begitulah hukuman yang sangat kejam bagi para wanita pezina di Batavia pada masa kolonial Belanda.