Nationalgeographic.co.id—Di kawasan Kota Tua Jakarta, ada sebuah meriam besar peninggalan Belanda yang berbentuk unik. Meriam ini bernama Meriam Si Jagur atau Meriam Ki Jagur.
Meriam ini berbentuk sebuah tangan yang sedang mengepal sambil menyelipkan ibu jari di sela telunjuk dan jari tengah. Bentuk ini membuat Meriam Si Jagur terkesan mesum.
Meriam Si Jagur punya ukuran yang cukup besar. Panjangnya 3,8 meter. Lingkar terbesar badannya 2,06 meter. Lingkar terkecil badannya 1,22 meter. Lebar badan meriam 1 meter.
Panjang tangan di pangkal meriam adalah 41 sentimeter dan lingkar tangannya sekitar 60 sentimeter. Berat total Meriam Si Jagur adalah sekitar 3,5 ton.
Meriam "mesum" ini kini menjadi bagian dari koleksi Museum Sejarah Jakarta atau yang dikenal juga sebagai Museum Fatahillah di kawasan Kota Tua. Si Jagur sangat terkenal dan menjadi ikon, objek unggulan, tontonan unik dan menarik bagi turis lokal maupun mancanegara yang berkunjung ke museum itu.
"Tak jelas benar, apakah dulu memang sengaja atau kebetulan saja Si Jagur dibuat dalam bentuk seperti itu. Yang jelas, meriam ini pernah dipakai tentara Belanda saat menduduki Kota Batavia dan berperang melawan pribumi," tulis Zaenuddin HM di buku Kisah-kisah Edan Seputar Djakarta Tempo Doeloe.
Si Jagur pernah menelan korban jiwa. Mesiu yang ditembakkannya membuat pertahanan tentara pribumi goyah, kocar-kacir, dan banyak yang mati bergelimpangan.
Asal-Usul Meriam Si Jagur
Menurut catatan orang-orang Belanda, meriam ini dibuat oleh seorang Portugis bernama Manoel Tavares Bocarro di sebuah bengkel bernama St Jago de Barra di daera Macau sekitar abad 16 atau 17. Nama Si Jagur dicomot dari nama bengkel tersebut.
"Versi lain menyebutkan, nama itu diambil dari bunyinya saat meriam difungsikan: jegur, jegur, jegur. Diduga meriam ini jadi rampasan perang Belanda setelah mengalahkan Portugis, dan kemudian membawanya sambil menjelajah benua Asia hingga akhirnya menjajah Indonesia dan menduduki Kota Batavia," catat Zaenuddin.
Sekitar tahun 1604 Meriam Si Jagur dibawa Belanda mengembara ke belahan dunia timur, yakni ke Malaka, di Semenanjung Malaysia. Selama puluhan tahun meriam ini berada di Malaka, kendati tidak setiap saat digunakan untuk berperang.
Kemudian meriam ini dibawa ke wilayah lainnya. Dan akhirnya, pada 1 Februari 1641, meriam ini tiba di Kota Batavia, daerah jajahan baru Belanda.
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR