Menurut Pirés, Jaya Baya merupakan raja yang paling terkenal dari Kediri. "Jayabhaya adalah nama yang dikenal oleh penduduk Jawa manapun," lanjutnya.
Semua ramalan yang keluar dari mulutnya, bisa-bisa menggemparkan seluruh tanah Jawa karena keampuhannya. Ramalannya dikenal dengan Ramalan Djaja-Baja.
Adapun raja kedua yang disebut, ialah Sam Agy Dandan Gimdoz atau dikenal dengan Dandang Gendis, merupakan nama lain dari Kertajaya. Ia memulai perebutan takhta saat terjadi pemberontakan dari Ken Arok.
Roman pemberontakan itu ditulis secara epik dan dramatis dalam Pararaton gubahan Mpu Prapanca. Kisah Ken Arok yang membunuh Kertajaya, menandai episode paling berdarah di tanah Jawa.
Baca Juga: Menguak Toponimi Cirebon dari Catatan Tome Pires sampai Walisongo
Baca Juga: Pameran Keris Kuno dari Abad VIII di Kediri Didatangi Ratusan Pelajar
Baca Juga: Pusat Arkeologi Nasional Menyingkap Misteri Candi yang Hilang
Baca Juga: Mpu Sindok yang Memindahkan dan Mengubah Nasib Rakyat Mataram
Baca Juga: Melodrama Para Pionir Penjelajah Samudra di Kepulauan Rempah
Raja ketiganya ialah Sam Agy Jaya Taton atau Jayakatwang. Ia merupakan putra dari Dandang Gendis yang berupaya keras dalam mempertahankan keraton dari pemberontakan. Terlebih, saat itu, Kediri mendapat ancaman dari dalam (vasal) dan luar (Cina).
Setidaknya, catatan yang digubah Pires dalam Suma Oriental menjadi dasar penguat adanya tokoh historis yang nyata, berkuasa di Jawa. Beberapa tahun setelah menyelesaikannya, Pirés dijadikan duta besar Portugis di Cina.
Ia wafat pada 1540 di usianya yang ke-72 tahun di Cina. Setelah mangkatnya, Suma Oriental yang berisi tentang kisah raja-raja Jawa itu dinyatakan hilang. Barulah pada tahun 1944, Armando Z. Cortesão menemukannya di perpustakaan raksasa Chambre des Deputés di Paris.