Pada 1512, setahun setelah Malaka dikuasai Portugis, Fransisco Serrão menjadi penjelajah asal Portugis pertama yang berhasil melewati Malaka dan mencapai kepulauan Maluku. Atas perintah Afonso de Albuquerque, ekspedisi ini bertujuan mencari lokasi satu-satunya tempat di dunia yang menyediakan cengkih dan pala pada abad ke-16 dan ke-17.
Serrão masih bertali sepupu dengan Ferdinand Magellan. Sementara Serrão sudah menjejaki legenda Kepulauan Rempah dengan memutari Afrika, sepupunya baru berangkat menyusulnya dengan mencumbui Samudra Atlantik dan Pasifik sekitar tujuh tahun kemudian.
Dalam perjalanan dari Malaka menuju Maluku, Serrão dipandu oleh beberapa orang Melayu. Kapal Serrão membuang sauhnya di sebuah pelabuhan di Gresik, Jawa Timur. Dia pun jatuh cinta dengan seorang gadis Jawa, lalu menikahinya. Kelak perempuan ini mendampinginya dalam ekspedisi menuju legenda dunia.
Baca juga: Ludovico di Varthema, Sang Penentu Arah Pemburu Rempah
Kawasan Maluku memang kaya akan rempah. Setidaknya ada lima pulau penghasil cengkih, seperti Moti, Makian, Bacan, Ternate, dan Tidore. Dan, masih ada lima pulau lagi penghasil pala, seperti Banda, Naira, Run, Ai, dan Rozengain.
David Parry, seorang kurator Bartele Gallery dan penulis The Cartography of the East Indian Islands yang tinggal di Jakarta, berpendapat bahwa perkembangan kartografi dunia berhutang kepada rempah Maluku.
Menurut Parry, Kepulauan Maluku telah membangkitkan pengembangan terhadap sejarah dan kartografi dunia. Semua penjelajah samudra abad ke-16 dan ke-17 berlomba mencari rute pelayaran menuju legenda kepulauan rempah.
Perdagangan cengkih telah berpusat di Malaka selama beratus-ratus tahun sebelum akhirnya Portugis menguasainya pada 1511.
Baca juga: Rupa Pulau Jawa Bingungkan Penjelajah Samudra Abad Ke-16
Kemajuan navigasi dan kartografi telah membawa Portugis untuk memonopoli sumber cengkih di Maluku, ketimbang mengandalkan pasokan pedagang Arab yang dijual ke Venesia dengan harga selangit.
Penulis | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR