Probiotik Dapat Mendukung Antidepresan dan Meringankan Depresi

By Ricky Jenihansen, Minggu, 12 Juni 2022 | 12:00 WIB
Ilustrasi probiotik. (nobeastsofierce / Shutterstock)

Nationalgeographic.co.id—University of Basel dan University Psychiatric Clinics Basel (UPK) telah menunjukan bahwa probiotik dapat mendukung efek antidepresan dan membantu meringankan depresi. Hal itu berdasarkan hasil penelitian mereka yang menemukan bahwa flora usus memainkan peran penting dalam kesehatan termasuk kesehatan mental.

Rincian penelitian tersebut telah dipublikasikan di Translational Psychiatry dengan judul "Clinical, gut microbial and neural effects of a probiotic add-on therapy in depressed patients: a randomized controlled trial"

Ketika Winston Churchill, mantan Perdana Menteri Inggris, mengalami "the black dog" metapora dari depresi, dia hampir tidak bisa bangun dari tempat tidur. Tidak hanya itu, dia juga tidak punya energi, tidak memiliki minat dan nafsu makan. Metapora itu sendiri dipopulerkan oleh sang perdana menteri ketika itu.

Para ahli menggunakan pengobatan dan psikoterapi untuk mencoba membantu pasien melarikan diri dari "anjing hitam". Akan tetapi hal itu tetap ada pada beberapa individu. Oleh karena itu peneliti mencari cara untuk meningkatkan terapi yang ada dan mengembangkan cara baru.

Salah satu pendekatan yang menjanjikan adalah sumbu mikrobioma-usus-otak. Mikrobioma umumnya dipahami sebagai semua mikroorganisme yang hidup di dalam atau di tubuh manusia, seperti flora usus. Bakteri usus dapat memengaruhi sistem saraf misalnya melalui produk metabolisme.

Ilustrasi Depresi (Unsplash)

Misalnya, mereka kurang energik dan menunjukkan penurunan minat pada lingkungan mereka daripada rekan-rekan mereka. Oleh karena itu peneliti menduga bahwa komposisi komunitas bakteri di usus memainkan peran penting dalam gejala depresi.

Dalam studi baru mereka, para peneliti yang dipimpin oleh André Schmidt dan Profesor Undine Lang secara sistematis menyelidiki efek probiotik pada pasien dengan depresi. Seluruh partisipan merupakan pasien rawat inap di Klinik Psikiatri University of Baseldan diberikan probiotik (21 subjek) atau plasebo (26 subjek) selama 31 hari, selain antidepresan

Baik peserta maupun staf penelitian tidak mengetahui persiapan apa yang diambil subjek selama masa penelitian. Para peneliti melakukan serangkaian tes pada peserta segera sebelum pengobatan, pada akhir 31 hari dan empat minggu kemudian.

Analisis selanjutnya menunjukkan bahwa meskipun gejala depresi menurun pada semua peserta berkat pengobatan antidepresan umum, ada peningkatan yang lebih besar pada subjek dalam kelompok probiotik daripada kelompok plasebo.

Selain itu, komposisi flora usus mereka berubah, setidaknya untuk sementara. Pada kelompok probiotik, analisis sampel tinja mengungkapkan peningkatan bakteri asam laktat pada akhir pengobatan, efek yang disertai dengan pengurangan gejala depresi.

ilustrasi depresi. (Vital Record)

Namun, tingkat bakteri usus yang meningkatkan kesehatan ini menurun lagi selama empat minggu berikutnya. "Mungkin empat minggu pengobatan tidak cukup lama dan dibutuhkan waktu lebih lama untuk menstabilkan komposisi baru flora usus," jelas Anna-Chiara Schaub, salah satu penulis utama studi tersebut dalam rilisnya.

Efek menarik lainnya dari mengonsumsi probiotik terlihat dalam kaitannya dengan aktivitas otak saat melihat wajah netral atau ketakutan. Para peneliti menyelidiki efek ini menggunakan pencitraan resonansi magnetik fungsional (fMRI).

 Baca Juga: Dokter Menyarankan Pasien untuk Menghabiskan Waktu di Alam Terbuka

 Baca Juga: Tiga Cara Bagaimana Stres Bisa Berdampak Mengerikan pada Kesehatan

 Baca Juga: Studi Baru: Kaitan Polusi Udara Dengan Gejala Depresi Pada Remaja

Pada pasien dengan depresi, daerah otak tertentu untuk pemrosesan emosional berperilaku berbeda dari pada individu dengan kesehatan mental yang baik. Setelah empat minggu probiotik, aktivitas otak ini menjadi normal pada kelompok probiotik tetapi tidak pada kelompok plasebo.

"Meskipun sumbu mikrobioma-usus-otak telah menjadi subjek penelitian selama beberapa tahun, mekanisme yang tepat belum sepenuhnya diklarifikasi," kata Schaub.

Menurutnya, ini adalah alasan lain mengapa para peneliti percaya bahwa penting untuk menggunakan berbagai bakteri dalam bentuk probiotik, seperti formulasi yang sudah tersedia di pasaran. Meskipun peneliti menegaskan bahwa probiotik tidak cocok sebagai pengobatan tunggal untuk depresi.

"Dengan pengetahuan tambahan tentang efek spesifik bakteri tertentu, dimungkinkan untuk mengoptimalkan pemilihan bakteri dan menggunakan campuran terbaik untuk mendukung pengobatan depresi," kata peneliti.