Nationalgeographic.co.id—"Pressure pushing down on me, pressing down on you, no man ask for," begitu kata lirik lagu dari David Bowie dan Queen. Ada juga pepatah tua yang bebunyi, "Be kind, for everyone you meet is fighting a hard battle."
Pendek kata, perasaan tertekan atau stres menjadi bagian sehari-hari dari kehidupan setiap manusia. Ini adalah perasaan ketegangan emosional atau fisik yang dapat berasal dari peristiwa atau pemikiran apa pun yang membuat seseorang merasa frustrasi, kesal, atau gugup.
Ketika stres diabaikan, kita menempatkan tubuh kita pada risiko risiko kesehatan yang serius. Semakin banyak stres yang kita lawan, semakin kita sulit mempertahankan gaya hidup sehat. Orang-orang di bawah stres tinggi sering kurang berolahraga, mengalami kualitas tidur yang buruk, makan makanan yang buruk, dan berjuang untuk membuat keputusan yang tepat.
Dan ketika kita mendapati diri kita terperosok dalam stres yang mendalam untuk jangka waktu yang lama, hal itu dapat mulai berdampak sangat serius pada kesehatan kita secara keseluruhan. Jadi, bagaimana berbagai bentuk stres dapat memengaruhi tubuh Anda dalam jangka panjang?
Ada banyak penelitian selama bertahun-tahun yang mendokumentasikan bahaya dari terlalu banyak frustrasi. Berikut adalah tiga penelitian yang menunjukkan betapa buruknya stres dan bagaimana stres dapat memperburuk kesehatan secara keseluruhan, seperti dikutip dari StudyFinds.
1. Tekanan pekerjaan meningkatkan risiko penyakit Alzheimer
Jika pekerjaan Anda selalu membuat Anda dalam suasana hati yang buruk, Anda tampaknya perlu mengambil karier lain yang membuat Anda lebih bahagia. Sebuah studi baru menyimpulkan bahwa memiliki pekerjaan yang penuh tekanan dapat menyebabkan penyakit Alzheimer.
Para ilmuwan mengatakan bahwa stres kerja merusak area otak yang dipicu selama tekanan emosional. Area otak yang dikenal sebagai sumbu HPA (hipotalamus pituitary adrenal) ini melepaskan hormon stres, termasuk kortisol.
Tingkat kortisol yang tinggi telah dikaitkan dengan kehilangan memori, dan bahkan penyusutan materi abu-abu otak. Studi menunjukkan bahwa stres memicu peradangan di HPA, mengganggu pembersihan protein jahat yang dikenal sebagai beta amiloid dan tau. Mereka mengumpul di otak, menghancurkan neuron-neuron. Sel-sel kekebalan yang disebut mikroglia tidak dapat membunuh mereka.
Selain itu, variasi genetik dalam jalur ini dapat memengaruhi cara sistem kekebalan otak berperilaku yang mengarah pada respons disfungsional. Di otak, ini menyebabkan gangguan kronis pada proses normal, meningkatkan risiko degenerasi saraf berikutnya, dan akhirnya demensia.
2. Tekanan finansial terkait dengan serangan jantung
Orang-orang dengan stres finansial tinggi ternyata 13 kali lebih mungkin menderita serangan jantung, menurut sebuah studi. Adapun orang-orang yang menghadapi frustrasi kerja kemungkinannya hampir enam kali lebih besar untuk menderita serangan jantung.
Source | : | studyfinds.org |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR