Nationalgeographic.co.id—Analisis DNA kuno Wallacea telah menyingkap selubung misteri siapa sejatinya kita. Jejak pemukiman masa lalu di Indonesia timur telah memberikan wawasan baru tentang sejarah pemukiman nusantara. Analisis ini mengungkapkan adanya 'ledakan' budaya dan genetika yang saling bercampur di wilayah Wallacea, Indonesia.
Inilah penelitian pertama yang menggunakan analisis DNA purba semacam ini. Tujuannya untuk mengklarifikasi, dari perspektif genetik purba, migrasi maritim yang signifikan dari penutur bahasa Austronesia, orang-orang dari Taiwan, Tiongkok selatan dan Filipina.
Para peneliti mengekstraksi dan menganalisis DNA dari 16 individu purba yang berbeda dari beberapa pulau di kawasan Wallacea, termasuk Pulau Pantar di Indonesia. Beberapa sisa-sisa manusia digali dan dikumpulkan di Kepulauan Maluku utara oleh Profesor Emeritus Bellwood, sekitar 1990-an. Penelitian yang melibatkan The Australian National University (ANU), Max Planck Institutes di Jerman dan Universitas Airlangga, Indonesia. Laporan penelitian telah dipublikasikan di jurnal Nature Ecology and Evolution dengan judul "Ancient genomes from the last three millennia support multiple human dispersals into Wallacea" baru-baru ini.
Dari hasil analisis mereka, diketahui bahwa migrasi yang signifikan ini terjadi antara 3.000 dan 3.500 tahun yang lalu. Temuan mengungkapkan masyarakat migrasi kuno ini bercampur dengan penduduk asli lokal dari Wallacea dan Papua. Percampuran itu memunculkan jejak genetik yang diyakini telah meninggalkan jejak di banyak pulau di kawasan Asia-Pasifik.
Rekan penulis studi Profesor Sue O'Connor mengatakan orang-orang berbahasa Austronesia memperkenalkan hewan peliharaan, tanaman dan tembikar ke pulau-pulau Wallacea. Bersama dengan itu juga memperkenalkan praktik budaya dan sosial lainnya yang telah berubah dan berevolusi selama ribuan tahun.
"Penelitian ini menunjukkan untuk pertama kalinya betapa hebatnya peleburan genetik pulau-pulau di utara Australia,” kata O'Connor dalam rilis Max Planck Institutes.
"Hal ini juga memberi kita wawasan unik tentang jumlah mobilitas manusia di wilayah maritim luas ini, yang tidak akan kita dapatkan dari (situs) arkeologi lainnya. Migrasi orang Austronesia melintasi Pasifik adalah salah satu migrasi terbesar dalam sejarah manusia."
Menurut penulis penelitian, banyak orang Austronesia yang menanam akar budaya di Kepulauan Wallacea. Mereka juga melakukan perjalanan ke seluruh Pasifik. Bahkan, mungkin telah melakukan perjalanan sejauh Amerika Selatan. Meskipun demikian, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa mereka menetap di sana secara permanen, atau menetap di Australia.
"Makalah kami menunjukkan bahwa jalinan genetika dan budaya di wilayah Wallacea ini terjadi setidaknya satu milenium lebih awal dari yang diperkirakan sebelumnya, dan juga bahwa ini terus berlanjut selama periode Neolitikum dan Zaman Logam dalam 3.000 tahun terakhir," Stuart Hawkins, yang juga terlibat dalam penelitian ini.
Kita juga mengetahui, lanjutnya, bahwa kedatangan orang-orang berbahasa Austronesia bertepatan dengan periode yang melihat transformasi besar dalam masyarakat yang tidak jauh berbeda dengan bagaimana masyarakat sedang berubah di Australia saat ini.
"Kehadiran tembikar yang rumit, produksi makanan, penggambaran seni cadas, ideologi berorientasi matahari, dan kapal layar canggih setelah 3.000 tahun cukup dramatis untuk saat ini," kata O'Connor.
Baca Juga: Selidik Sejarah Pemukiman Nusantara, Ilmuwan Analisis 16 Genom Purba
Baca Juga: Mengkaji Ulang Pohon Evolusi: Selama Ini Kita Banyak yang Salah
Baca Juga: Mengapa Seseorang Tidak Menyukai Kopi? Ternyata Karena Faktor Genetik
Baca Juga: DNA Pertama Penghuni Wallacea Ungkap Asal-Usul Penghuni Sulawesi
Sebelumnya diyakini bahwa orang Austronesia adalah migran utama yang menetap di Wallacea selama periode ini. Namun, bukti DNA yang diidentifikasi dalam penelitian ini menunjukkan bahwa para migran dari Daratan Asia Tenggara kemungkinan besar tiba di pulau-pulau selatan Wallacea sebelum bangsa Austronesia.
"Komponen Asia Tenggara daratan itu adalah misteri besar bagi saya. Saya menduga bahwa kita mungkin melihat kelompok-kelompok kecil, mungkin petani awal, yang melakukan perjalanan jauh, tidak meninggalkan jejak arkeologi atau linguistik di sepanjang jalan, tetapi yang meningkatkan ukuran populasi mereka setelah kedatangan," kata Profesor Emeritus Peter Bellwood, yang telah melakukan pekerjaan arkeologi di Pulau Asia Tenggara selama beberapa dekade.
Profesor O'Connor mengatakan, meskipun ini mengejutkan dalam beberapa hal, ada petunjuk dalam bukti arkeologis bahwa ada pergerakan awal orang-orang dari Daratan Asia Tenggara. Seperti temuan pecahan tembikar di situs arkeologi yang tidak tidak sesuai dengan apa yang kita ketahui tentang tembikar Austronesia awal."