Nationalgeographic.co.id - Tim peneliti internasional yang dipimpin oleh McMaster University bekerja sama dengan University of Paris Cité telah mengidentifikasi dan merekonstruksi genom kuno pertama Escherichia coli (E. Coli). Mereka menggunakan fragmen yang diekstraksi dari batu empedu mumi abad ke-16 dari Italia.
Penemuan ini dipublikasikan di jurnal Communications Biology. Jurnal tersebut dapat diakses secara daring dengan judul "A 16th century Escherichia coli draft genome associated with an opportunistic bile infection" pada 16 Juni 2022.
Seperti diketahui, E. coli merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama, menyebabkan kematian dan morbiditas yang signifikan. Namun bukan merupakan sumber pandemi.
Hal ini dikenal sebagai komensal, bakteri yang berada di dalam diri kita dan dapat bertindak sebagai patogen oportunistik yang menginfeksi inangnya selama periode stres, penyakit bawaan, atau defisiensi imun.
Menurut para peneliti, sejarah evolusi penuhnya tetap menjadi misteri. Termasuk ketika memperoleh gen baru dan resistensi antibiotik.
Tidak seperti pandemi yang terdokumentasi dengan baik seperti Black Death, yang bertahan selama berabad-abad dan menewaskan sebanyak 200 juta orang di seluruh dunia, tidak ada catatan sejarah kematian yang disebabkan oleh komensal seperti E. coli. Padahal sebenarnya dampaknya terhadap kesehatan dan kematian manusia kemungkinan sangat luar biasa.
Ahli genetika evolusi Hendrik Poinar, mengatakan bahwa kita hanya berfokus pada patogen penyebab pandemi sebagai satu-satunya narasi kematian massal di masa lalu. "Kita melewatkan beban besar yang berasal dari komensal oportunistik yang didorong oleh tekanan kehidupan yang dijalani," kata Poinar.
Poinar adalah direktur DNA Kuno McMaster Center dan peneliti utama di university's Michael G. DeGroote Institute for Infectious Disease Research.
E. coli modern umumnya ditemukan di usus orang dan hewan yang sehat. Sementara sebagian besar bentuknya tidak berbahaya, beberapa jenis bertanggung jawab atas wabah keracunan makanan yang serius dan terkadang fatal serta infeksi aliran darah. Bakteri yang kuat dan mudah beradaptasi ini diakui sangat resisten terhadap pengobatan.
Memiliki genom nenek moyang bakteri modern berusia 400 tahun memberikan para peneliti titik perbandingan untuk mempelajari bagaimana ia berevolusi dan beradaptasi sejak saat itu.
Sisa-sisa mumi yang digunakan untuk studi ini berasal dari kelompok bangsawan Italia yang jenazahnya terpelihara dengan baik yang ditemukan dari Biara Saint Domenico Maggiore di Naples pada tahun 1983.
Baca Juga: Bakteri Penyebab Black Death Sudah Menyerang Manusia 5.000 Tahun Lalu
Baca Juga: Biarawan Zaman Kuno Minum Bir Tiap Hari, Ternyata Ini Khasiatnya
Baca Juga: Kerangka Manusia Korban Wabah Penyakit Tertua di Dunia Ditemukan
Untuk penelitian ini, para peneliti melakukan analisis rinci dari salah satu individu, Giovani d'Avalos. Seorang bangsawan Neapolitan dari periode Renaisans. Dia berusia 48 tahun ketika dia meninggal pada tahun 1586, dan diperkirakan menderita radang kronis pada kantong empedu karena batu empedu.
"Ketika kami memeriksa sisa-sisa ini, tidak ada bukti yang mengatakan bahwa pria ini menderita E. coli. Tidak seperti infeksi seperti cacar, tidak ada indikator fisiologis. Tidak ada yang tahu apa itu," jelas penulis utama studi tersebut, George Long.
Long adalah seorang mahasiswa pascasarjana bioinformatika di McMaster yang melakukan analisis bersama penulis utama Jennifer Klunk, mantan mahasiswa pascasarjana di university's Department of Anthropology.
Prestasi teknologi sangat luar biasa karena E. coli kompleks dan ada di mana-mana. E. coli tidak hanya hidup di tanah tetapi juga di mikrobioma kita sendiri.
Para peneliti harus dengan cermat mengisolasi fragmen bakteri target, yang telah terdegradasi oleh pencemaran lingkungan dari banyak sumber. Mereka menggunakan bahan yang dipulihkan untuk merekonstruksi genom.
"Sangat menggugah untuk dapat mengidentifikasi E. coli purba ini dan menemukan bahwa meskipun unik, ia termasuk dalam karakteristik garis keturunan filogenetik dari komensal manusia yang saat ini masih menyebabkan batu empedu," kata Erick Denamur, pemimpin tim Prancis yang terlibat dalam penelitian.
"Kami mampu mengidentifikasi apa itu patogen oportunistik, menggali fungsi genom, dan memberikan panduan untuk membantu peneliti yang mungkin mengeksplorasi patogen tersembunyi lainnya," kata Long.