Harapan untuk Pangan: Fotosintesis Buatan Tanpa Sinar Cahaya Matahari

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Minggu, 26 Juni 2022 | 07:00 WIB
Tanaman tumbuh dalam kegelapan total dalam media asetat yang menggantikan fotosintesis biologis. (Marcus Harland-Dunaway/UCR)

“Menggunakan pendekatan fotosintesis buatan untuk menghasilkan makanan bisa menjadi perubahan paradigma tentang cara kita memberi makan orang,” kata penulis koresponden Robert Jinkerson, seorang asisten profesor teknik kimia dan lingkungan di University of California Riverside, dikutip dari rilis.

“Dengan meningkatkan efisiensi produksi pangan, lebih sedikit lahan yang dibutuhkan, mengurangi dampak pertanian terhadap lingkungan. Dan untuk pertanian di lingkungan non-tradisional, seperti luar angkasa, peningkatan efisiensi energi dapat membantu memberi makan lebih banyak anggota kru dengan input yang lebih sedikit.”

Penelitian itu menggunakan proses elektrokaltalitik dua langkah untuk mengubah karbon dioksida, listrik, dan air menjadi asetat yang merupakan komponen utama cuka. Asetat ini kemudian dikonsumsi organisme penghasil makanan dalam gelap untuk bisa tumbuh.

Listrik kemudian menyalakan elektrokatalisis. Sistem organik-anorganik ini dapat meningkatkan efisiensi konversi sinar matahari menjadi makanan hingga 18 kali lebih efisien untuk beberapa makanan.

"Dengan pendekatan kami, kami berusaha mengidentifikasi cara baru memproduksi makanan yang dapat menembus batas yang biasanya ditentukan oleh fotosintesis biologis," lanjut Jinkerson.

Hasil dari elektroliser dioptimalkan demi mendukung pertumbuhan organisme penghasil makanan. Elektroliser merupakan perangkat yang menggunakan listrik demi mengubah bahan baku seperti karbon dioksida jadi molekul dan produk yang berguna. Hasilnya pun meningkatkan jumlah asetat dan mengurangi jumlah garam.

Dari uji coba ini menunjukkan, berbagai organisme penghasil makanan ternyata dapat tumbuh dalam gelap, terutama ganggang hijau, ragi, dan miselium jamur.

Bahkan, teknologi ini dapat memproduksi ganggang empat kali lebih hemat energi daripada menumbuhkannya secara fotosintesis biasa. Dan pada ragi, sekitar 19 kali lipat lebih hemat energi dari biasanya dibudidayakan menggunakan gula yang diekstrasi dari jagung, terang para peneliti.

Selain ragi dan alga, teknologi berpotensi untuk dicoba pada tanaman lain yang juga diselidiki. Tanaman makanan seperti kacang tunggak, tomat, tembakau, beras, kanola, dan kacang hijau, punya kemampuan memanfaatkan karbon dari asetat ketika dibudidayakan dalam gelap.