Sisi Gelap Romawi: Konflik SARA, Kekerasan, dan Eksploitasi Seks

By Sysilia Tanhati, Sabtu, 23 Juli 2022 | 14:00 WIB
Di balik kemegahannya, Romawi memiliki sisi gelap. Roma menjadi tempat bersarangnya konflik SARA, kekerasan, dan eksplotasi seks. (Adolphe Yvon/Musée des Beaux-Arts d'Arras)

Nationalgeographic.co.id - Elite Romawi mungkin membanggakan diri atas martabat dan kehormatan mereka. Namun Harry Sidebottom, sejarawan Inggris, memiliki pendapat yang jauh berbeda. Menurutnya, kota kuno Roma yang jadi pusat Romawi punya sisi gelap. Kota ini menjadi tempat bersarangnya konflik SARA, kekerasan, dan eksplotasi seks. Ini menggambarkan sisi lain Romawi kuno yang sering tidak terekspos.

Mungkin citra yang melekat sangat erat dengan Romawi kuno adalah senator yang berpakaian rapi dengan toga. Rupanya, citra ini juga menunjukkan bagaimana orang Romawi memandang dirinya: warga negara beradab dan berbudi luhur.

Tidak ayal citra tersebut membuat orang membayangkan bahwa Romawi kuno merupakan tempat tinggal yang toleran dan menyenangkan. Ternyata yang terjadi adalah sebaliknya. Roma adalah kota yang terbelah oleh intoleransi dan kekerasan. Kota ini menjadi tempat berkembang biaknya kebencian kelas, permusuhan rasial, intoleransi agama, dan eksploitasi seksual. Orang Romawi mungkin menganggap diri beradab, faktanya, banyak aspek masyarakat Romawi tidak dapat diterima oleh dunia modern.

Pembagian kelas

Orang Romawi yang menganggap dirinya bermartabat biasanya bagian dari eksklusif elite kaya dan berpendidikan. Kaum plebs Romawi, yang dianggap jorok dan vulgar, berada di bawah mereka. Kaum plebs sering dianggap tidak berkualitas. “Mereka bahkan tidak dianggap sebagai orang Romawi,” tambah Sidebottom.

Orator Romawi, Scipio Aemilianus, bahkan mencela para plebs. “Mereka adalah orang asing,” katanya. Dan Romawi merupakan ibu tiri golongan itu.

Permusuhan rasial

Roma adalah kota para imigran. Pada masa pemerintahan Augustus (31 SM–14 Masehi) kota ini diperkirakan memiliki satu juta penduduk.

Peningkatan eksponensial dalam populasi sebagian disebabkan oleh ‘krisis agraria’ pada dua abad sebelumnya. Saat itu, pertumbuhan perkebunan besar milik orang kaya mendorong petani Italia menjauh dari daerah pedesaan. Kondisi ini memaksa mereka untuk mencari kehidupan baru di kota metropolitan.

Terus berlanjut selama tiga abad pertama Masehi, migran ekonomi berbondong-bondong ke Roma dari seluruh kekaisaran.

Penyair dan satiris Romawi Juvenal merendahkan pendatang dari Suriah sebagai “kotoran dari sungai Orontes yang mengalir ke Tiber”.

 Baca Juga: Ludus Latrunculorum, Permainan Papan Zaman Romawi Berusia 1.700 Tahun