Nationalgeographic.co.id - Bekerja keras dengan menggunakan fisik bisa membuat seseorang menjadi lelah dan itu tidak mengherankan. Namun bagaimana bila bekerja keras dengan menggunakan pikiran, mengapa bisa membuat kita merasa lelah juga?
Sekarang, para peneliti memiliki bukti baru untuk menjelaskan mengapa hal itu terjadi. Mengapa berpikir keras selama berjam-jam juga dapat membuat kita lelah sama seperti bekerja dengan fisik.
Berdasarkan temuan mereka, alasan Anda merasa lelah secara mental (berlawanan dengan mengantuk) dari pemikiran yang intens tidak semuanya ada di kepala Anda.
Studi mereka telah dilaporkan dalam Current Biology yang merupakan jurnal akses terbuka. Jurnal tersebut bisa diperoleh secara daring dengan judul "A neuro-metabolic account of why daylong cognitive work alters the control of economic decisions."
Penelitian ini menunjukkan bahwa ketika kerja kognitif yang intens berlangsung selama beberapa jam, hal itu menyebabkan produk sampingan yang berpotensi meracuni otak. Racun tersebut dapat menumpuk di bagian otak yang dikenal sebagai korteks prefrontal.
Selanjutnya, pada gilirannya hal itu mengubah kendali Anda atas keputusan. Sehingga Anda beralih ke tindakan berbiaya rendah yang tidak memerlukan usaha atau menunggu saat kelelahan kognitif terjadi, para peneliti menjelaskan.
"Teori-teori berpengaruh menyarankan bahwa kelelahan adalah semacam ilusi yang dibuat oleh otak untuk membuat kita menghentikan apa pun yang kita lakukan dan beralih ke aktivitas yang lebih memuaskan," kata Mathias Pessiglione dari Pitié-Salpêtrière University di Paris, Prancis.
"Tetapi temuan kami menunjukkan bahwa kerja kognitif menghasilkan perubahan fungsional yang sebenarnya, akumulasi zat berbahaya."
Jadi, peneliti melanjutkan, kelelahan memang akan menjadi sinyal yang membuat kita berhenti bekerja tetapi untuk tujuan yang berbeda. Yaitu untuk menjaga integritas fungsi otak.
Pessiglione dan rekan termasuk penulis pertama studi Antonius Wiehler ingin memahami apa sebenarnya kelelahan mental. Sementara mesin dapat menghitung terus menerus, otak tidak bisa.
Mereka ingin mencari tahu mengapa. Mereka menduga alasannya berkaitan dengan kebutuhan untuk mendaur ulang zat yang berpotensi beracun yang muncul dari aktivitas saraf.