Darah dan Pengkhianatan Mengubah Romawi dari Republik Jadi Kekaisaran

By Sysilia Tanhati, Kamis, 25 Agustus 2022 | 08:00 WIB
Pertumpahan darah dan pengkhianatan mengubah Romawi dari republik menjadi kekaisaran. (Wikipedia)

Nationalgeographic.co.id—Pada mulanya, Romawi merupakan sebuah republik. Namun karena ambisi seorang jenderal dan politisi, Romawi pun menjadi kekaisaran. Perubahan ini pun menimbulkan korban jiwa. Pembunuhan berencana sang diktator Julius Caesar mengubah sejarah Romawi kuno. Bagaimana darah dan pengkhianatan mengubah Romawi dari republik menjadi sebuah kekaisaran?

Caesar naik ke tampuk kekuasaan

Sebagai seorang jenderal dan politisi Romawi yang licik dan ambisius, Julius Caesar dengan meraih pangkat tertinggi. Ia pun mengincar salah satu posisi dari dua konsul Senat Romawi — mirip dengan presiden.

Supaya terpilih, Caesar membentuk aliansi—Triumvirate Pertama—dengan Marcus Licinius Crassus dan Pompeius. “Keduanya adalah orang terkaya dan jenderal terkemuka Romawi,” ungkap Andrea Frediani pada National Geographic. Usahanya berhasil, Caesar terpilih sebagai konsul senior Romawi pada 59 Sebelum Masehi.

Bersama-sama, ketiganya memastikan tidak ada langkah pemerintah yang tidak sesuai dengan kepentingan mereka. Caesar memberlakukan reformasi tanah yang memberikan tanah kepada veteran Pompeius, dan mengubah kode pajak, yang menenangkan pendukung Crassus.

Bukan Julius Caesar yang menyebabkan keruntuhan republik. Kesenjangan ekonomi yang disebabkan oleh elit politik yang tamak serta xenofobia perlahan menggerogoti Republik Romawi. (William Holmes Sullivan)

Setelah konsulnya berakhir, Caesar mengamankan komando tentara dan menyatukan seluruh Galia dan menyerbu Inggris. Tindakannya ini membuktikan dirinya sebagai jenderal yang kejam. Sambil menaklukkan wilayah, ia mengumpulkan kekayaan luar biasa untuk dirinya sendiri dan perbendaharaan Romawi.

Tapi kemudian bencana menimpa Caesar di saat ia sedang memenuhi ambisinya. Sang putri Julia meninggal pada tahun 54 Sebelum Masehi. Kemudian di tahun berikutnya sekutunya Crassus terbunuh dalam pertempuran. “Kematian Crassus memecah tiga serangkai yang kuat,” tambah Frediani. Pompeius dan Caesar, yang pada dasarnya tidak pernah benar-benar saling menyukai, pun akhirnya bentrok.

Akhir dari sang diktator

Caesar merasa dia harus kembali ke Roma sebagai konsul. Senat tidak setuju dan mendukung Pompeius, menganggap mantan sekutunya sebagai ancaman. Tidak putus asa, Caesar memicu perang saudara dengan menyerbu Italia (memulai penyeberangan Rubicon yang terkenal). Tidak hanya itu, Caesar pun mengejar Pompeius dan musuh lainnya ke Yunani. Ia berhasil mengalahkan mereka di Pharsalus pada tahun 48 Sebelum Masehi.

Kemenangannya atas Pompeius memberikannya tampuk kekuasaan tertinggi.

Sebagai diktator, Caesar sebenarnya melakukan beberapa pekerjaan yang baik. Ini termasuk menghapus utang, mengubah kalender dan mata uang. Ia juga memberikan kewarganegaraan kepada penduduk di wilayah jauh di Republik Romawi.