Nationalgeographic.co.id—Pada mulanya, Romawi merupakan sebuah republik. Namun karena ambisi seorang jenderal dan politisi, Romawi pun menjadi kekaisaran. Perubahan ini pun menimbulkan korban jiwa. Pembunuhan berencana sang diktator Julius Caesar mengubah sejarah Romawi kuno. Bagaimana darah dan pengkhianatan mengubah Romawi dari republik menjadi sebuah kekaisaran?
Caesar naik ke tampuk kekuasaan
Sebagai seorang jenderal dan politisi Romawi yang licik dan ambisius, Julius Caesar dengan meraih pangkat tertinggi. Ia pun mengincar salah satu posisi dari dua konsul Senat Romawi — mirip dengan presiden.
Supaya terpilih, Caesar membentuk aliansi—Triumvirate Pertama—dengan Marcus Licinius Crassus dan Pompeius. “Keduanya adalah orang terkaya dan jenderal terkemuka Romawi,” ungkap Andrea Frediani pada National Geographic. Usahanya berhasil, Caesar terpilih sebagai konsul senior Romawi pada 59 Sebelum Masehi.
Bersama-sama, ketiganya memastikan tidak ada langkah pemerintah yang tidak sesuai dengan kepentingan mereka. Caesar memberlakukan reformasi tanah yang memberikan tanah kepada veteran Pompeius, dan mengubah kode pajak, yang menenangkan pendukung Crassus.

Setelah konsulnya berakhir, Caesar mengamankan komando tentara dan menyatukan seluruh Galia dan menyerbu Inggris. Tindakannya ini membuktikan dirinya sebagai jenderal yang kejam. Sambil menaklukkan wilayah, ia mengumpulkan kekayaan luar biasa untuk dirinya sendiri dan perbendaharaan Romawi.
Tapi kemudian bencana menimpa Caesar di saat ia sedang memenuhi ambisinya. Sang putri Julia meninggal pada tahun 54 Sebelum Masehi. Kemudian di tahun berikutnya sekutunya Crassus terbunuh dalam pertempuran. “Kematian Crassus memecah tiga serangkai yang kuat,” tambah Frediani. Pompeius dan Caesar, yang pada dasarnya tidak pernah benar-benar saling menyukai, pun akhirnya bentrok.
Akhir dari sang diktator
Caesar merasa dia harus kembali ke Roma sebagai konsul. Senat tidak setuju dan mendukung Pompeius, menganggap mantan sekutunya sebagai ancaman. Tidak putus asa, Caesar memicu perang saudara dengan menyerbu Italia (memulai penyeberangan Rubicon yang terkenal). Tidak hanya itu, Caesar pun mengejar Pompeius dan musuh lainnya ke Yunani. Ia berhasil mengalahkan mereka di Pharsalus pada tahun 48 Sebelum Masehi.
Kemenangannya atas Pompeius memberikannya tampuk kekuasaan tertinggi.
Sebagai diktator, Caesar sebenarnya melakukan beberapa pekerjaan yang baik. Ini termasuk menghapus utang, mengubah kalender dan mata uang. Ia juga memberikan kewarganegaraan kepada penduduk di wilayah jauh di Republik Romawi.
Namun pamornya dengan segera memudar. Pada tahun 44 Sebelum Masehi, ia mengangkat dirinya sebagai diktator seumur hidup. Ini tentu membuat Senat dan musuhnya kesal.
Kurang dari dua bulan kemudian, pada Ides of March pada tahun 44 Sebelum Masehi, Caesar ditikam sampai mati. Pelakunya adalah segerombolan senator Romawi yang dipimpin oleh praetor Marcus Junius Brutus.
Penggulingan dan kematian Caesar menjadi akhir dari sebuah era. Pemerintah republik akan digantikan oleh suksesi kaisar totaliter: Kekaisaran Romawi secara resmi lahir.
Tapi pertama-tama, Romawi membutuhkan seorang pemimpin. Pemilihan pemimpin baru ternyata membutuhkan waktu yang cukup panjang. 13 tahun berlalu, setelah melalui serangkaian perebutan kekuasaan, kandidat terakhir untuk kaisar pun mengenakan toga kemenangannya.
Triumvirat kedua
Setahun setelah kematian Caesar, pada 43 Sebelum Masehi, Oktavianus, keponakan dan anak didik Caesar, membentuk Triumvirat Kedua. Anggotanya adalah Marcus Aemilius Lepidus, seorang jenderal dan negarawan Romawi, dan Mark Antony, seorang jenderal Romawi di bawah Caesar.
Triumvirat kedua ini menyatakan bahwa mereka “menyelesaikan Republik." Pada awalnya, triumvirat bekerja sama untuk membuat dan memveto undang-undang untuk keuntungan masing-masing. Kelompok itu menunjuk gubernur dan konsul, serta memutuskan kasus peradilan tanpa banding.
Dalam salah satu tindakan mereka yang paling kejam, mereka membunuh dan menyita properti sekitar 3.000 bangsawan. Cicero yang secara terbuka menegur tiga serangkai pun menjadi korban.
Cicero mengkritik Antony secara blak-blakan. Setelah kematiannya, istri Antony, Fulvia, mengambil kepala Cicero yang terpenggal. Ia meludahinya dan menusukkan lidahnya berulang kali dengan jepit rambutnya. Seakan perbuatannya bisa menghapus sakit hati suaminya.
Kejatuhan Lepidus
Tiga serangkai menghadapi ancaman konstan terhadap kekuasaan mereka. Salah satunya adalah ancaman dari Brutus dan Cassius, pembunuh Caesar. Keduanya berencana untuk menggulingkan Triumvirat kedua.
Antony mengalahkan mereka di Filipi pada tahun 42 Sebelum Masehi. Setelah memperoleh kemengana, ia menarik pasukan Brutus dan mengambil kendali atas wilayah timur Romawi.
Percaya bahwa Antony pantas menjadi penguasa tunggal, istrinya, Fulvia, dan saudara laki-lakinya, Lucius, melancarkan perang saudara yang dipadamkan oleh Oktavianus. Ketegangan meningkat di antara tiga serangkai itu.
Sementara itu, putra Pompeius, Sextus, mengumpulkan armada angkatan laut yang menyerang Triumvirat. Ia melakukan serangkaian konfrontasi di lepas pantai Italia. Setelah mengalahkan Sextus, Lepidus menuntut lebih dari sepertiga penghargaan, lebih banyak kekuasaan dan prestise. Oktavianus membuatnya keluar dari kekuasaan, meninggalkan Antony satu-satunya lawannya.
Berbagi kekuasaan dengan Antony
Antony pergi ke Mesir sebagai bagian dari kesepakatan Triumvirat untuk membagi kekaisaran. Di sana, ia jatuh cinta pada Cleopatra.
Laporan tentang perilaku bejat mereka menjadi “makanan” bagi musuh-musuh Antony. Mengambil kesempatan, Oktavianus membuktikan dirinya sebagai model Romawi. Ia memastikan orang-orang memiliki cukup makanan, dan mengawasi perbaikan sistem air kota. Tidak seperti Antony, ia memiliki pernikahan yang stabil dan konservatif dengan Livia Drusilla.
Baca Juga: Sadisnya Venatio, Pertarungan Brutal Melawan Hewan Buas di Masa Romawi
Baca Juga: Kehidupan Budak di Balik Brutalnya Institusi Perbudakan Romawi
Baca Juga: Lika-liku Perdagangan Lada dari Romawi hingga Era Nabi Muhammad
Baca Juga: Seperti Apa Kehidupan Masyarakat di Kekaisaran Romawi Timur?
Pada 32 Sebelum Masehi, Oktavianus mengeklaim bahwa Antony akan memindahkan ibu kota republik ke Alexandria dan berperang.
Sebagai tanggapan, Antony dan Cleopatra mencoba menyerang Italia, namun mereka diblokade di Teluk Actium. Pasukan Oktavianus menang di darat dan laut, mengirim pasangan terkutuk kembali ke Mesir. Di sana, keduanya memutuskan untuk bunuh diri.
Setelah pertarungan Actium, Oktavianus mengalahkan musuh-musuhnya dan mendapati dirinya sebagai orang terakhir yang berdiri. Ini berarti ia menjadi satu-satunya penguasa Romawi.
Sejarah mengingat Oktavianus sebagai Caesar Augustus. Ini adalah nama yang diambilnya pada tahun 27 Sebelum Masehi ketika ia menjadi kaisar Romawi pertama.
Kaisar pertama Romawi, Augustus mengamankan posisinya di tampuk kekuasaan. Semua itu diraihnya di tengah kekalahan militer, kerusuhan sipil, aliansi yang hancur, pengkhianatan politik, dan ancaman kematian. Namun demikian, era Augustan membawa perdamaian dan kemakmuran di Romawi.
Simak kisah-kisah selidik sains dan gemuruh penjelajahan dari penjuru dunia yang hadir setiap bulan melalui majalah National Geographic Indonesia. Cara berlangganan via bit.ly/majalahnatgeo