Pelajaran Perjalanan: Semangat Mencintai Alam dari Gunungkidul

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Rabu, 21 September 2022 | 09:00 WIB
Editor in Chief National Geographic Indonesia Didi Kaspi Kasim dan penjelajah Marshall Sastra berkunjung ke tempat Marsono, pegiat wayang sada. Wayang sada dibuat dengan bahan daur ulang dan sisa-sisa tanaman agar ramah lingkungan dan mengasah kreativitas. (Donny Fernando/National Geographic Indonesia)

Nationalgeographic.co.id - Tempo dulu, Kabupaten Gunungkidul di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta bukan kawasan yang menarik untuk dikunjungi pelancong.

Kondisi geologisnya yang dipenuhi karst dan mudah tandus, menjadi penghalang untuk penjelajahan potensi pariwisata. Beberapa tengara bahkan masih dihubungkan dengan mitos yang enggan dikunjungi oleh warganya sendiri.

Kini, seiring dengan berjalannya waktu, Gunungkidul justru menjadi salah satu destinasi utama bagi pelancong. Kisah bangkitnya wisata Gunungkidul inilah yang menarik untuk dilirik oleh Editor in Chief National Geographic Indonesia Didi Kaspi Kasim dan petualang Marshall Sastra dalam ekspedisi 'Pelajaran Perjalanan' dengan Toyota New Rush GR Sport.

"Orang Gunungkidul terkenal di bawah garis kemiskinan. (Daerah) ini kan tandus, sampai masuk ada pohon, malah ditebang karena mereka butuh untuk masak karena enggak kuat beli minyak tanah," kata Cahyo Alkantana. Dia adalah warga Gunungkidul sekaligus pegiat pariwisata Gua Jomblang.

Dia menemukan Gua Jomblang tahun 1983 dalam penelitian kuliah. Gua yang terbentuk akibat jatuhan tanah (sinkhole) ini, masih sering dianggap tempat 'jin buang anak' oleh masyarakat saat itu.

Beberapa tahun setelahnya, ia sempat ke Prancis dan melihat gua yang ramai dikunjungi pariwisata. Menurutnya, Gua Jomblang bisa bersaing dengan gua ini. Kemudian ia pulang dan mengembangkan Gua Jomblang yang dulunya dianggap mistis, menjadi berkah warga sekitarnya.

Baca Juga: Mudik Lewat Jalur Pansela? Sempatkan ke Berbagai Tempat Wisata Ini

Baca Juga: Kesatria Malam Penyambat Nyawa, Ketika Kita Bergantung pada Kelelawar

Baca Juga: Bernaung di Bawah Atap Joglo: Hunian Para Priayi Aristokrat Jawa

Baca Juga: 'Demang Portegis' Hingga Kontroversi Arsitek Taman Sari, Yogyakarta

"Saat itu yang saya pikirkan, saya harus balik ke Gunungkidul untuk membangkitkan. Masa di kampung sendiri enggak bangun. Akhirnya, wisata gua seperti Gua Jomblang, Gua Cokro, dan Gua Pindul itu dibangun," terang Cahyo. Dia sendiri adalah pencinta olahraga ekstrem seperti susur gua. Dia hapal betul Gua Jomblang dan mengajak Didi dan Marshall menjelajah ke dalamnya.

Hutan purba di bawah Gua Jomblang. Terisolirnya dari jangkauan manusia dan minimnya cahaya yang didapat, kita bisa menelisik ada tumbuhan apa saja yang pernah hidup di masa silam. (Donny Fernando/National Geographic Indonesia)