Setia pada Panggilan, Ratu Elisabeth II Melayani hingga Napas Terakhir

By Sysilia Tanhati, Jumat, 9 September 2022 | 17:00 WIB
Berada dalam urutan ke-5, ia tidak pernah bermimpi jadi ratu. Serangkaian peristiwa mengubah takdirnya. Tetap setia pada panggilan, Ratu Elizabeth II melayani hingga menghembuskan napas terakhirnya. (Scottish Government)

Nationalgeographic.co.id—Saat dilahirkan, Elizabeth Alexandra Mary Windsor berada di urutan ke-5 dalam garis suksesi Kerajaan Inggris. Menjalani kehidupan sebagai putri di tengah kehangatan keluarga, ia tidak pernah membayangkan menjadi seorang ratu. Apalagi memimpin selama 70 tahun, rekor kedua terlama seorang pemimpin berkuasa sepanjang sejarah. Namun serangkaian peristiwa menempatkan sang putri di takhta Kerajaan Inggris. Dalam era kepemimpinannya, Ratu Elizabeth II setia pada panggilan dan terus melayani hingga napas terakhir. Wafatnya Ratu Elizabeth II pada 8 September 2022 mengakhiri pemerintahan monarki terlama Kerajaan Inggris. Di sisi lain, ini juga menandakan awal pemerintahan putranya, Raja Charles III.

Kehidupan Elizabeth sebagai putri

“Jika Putri Elizabeth tumbuh menjadi sepupu atau saudara perempuan raja, dia masih akan melakukan beberapa tugas kerajaan. Selain itu, ia mungkin menikmati kehidupan yang lebih tenang, jauh dari pengawasan pers,” kata sejarawan dan komentator kerajaan Carolyn Harris.

Sebaliknya, kehidupan Elizabeth berubah secara dramatis pada tahun 1936 setelah pamannya turun tahta. Saat sang ayah menjadi Raja George VI, mereka pun pindah ke Istana Buckingham.

Gerakannya dibatasi; pendidikannya berubah. Pengasuhnya, Marion Crawford, berusaha membuat hidupnya normal. Ia mengajak Elizebeth dan saudara perempuannya jalan-jalan dan bahkan mengorganisir kelompok pramuka di istana. Meski demikian, kehidupan Elizabeth berubah sama sekali. Ia tidak bisa menjalani kehidupan yang dianggap normal oleh orang lain pada umumnya.

Pohon keluarga Kerajaan Inggris

Nenek buyut Elizabeth, Victoria, memerintah Kerajaan Inggris selama hampir 64 tahun. “Ini lebih lama dari raja Inggris mana pun sebelumnya,” tulis Erin Blakemore di National Geographic. Alih-alih berada dalam urutan pertama antrean takhta, Elizabet ada di urutan kelima dalam garis suksesi. Serangkaian peristiwa, termasuk kematian ayahnya, membuatnya duduk di tampuk kekuasaan di usianya yang ke-18.

Putra tertua Victoria, Edward VII, adalah pewaris takhta selama beberapa dekade. Namun ibunya yang berumur panjang mencegahnya naik takhta sampai dia berusia 59 tahun. Edward VII hanya memerintah selama sembilan tahun sebelum akhirnya meninggal. Pada saat itu, putra sulungnya, Pangeran Albert Victor, telah meninggal pada usia 28 tahun. Kekuasaan kemudian diserahkan pada putra keduanya, George V.

George V memerintah selama 25 tahun. Setelah kematiannya pada tahun 1936, putra sulungnya, Edward VIII—paman Elizabeth—mengambil takhta. Tetapi saat menjadi raja, Edward VIII jatuh cinta dengan sosialita Amerika yang dua kali bercerai, Wallis Simpson. Saat itu, raja tidak diperbolehkan untuk menikah dengan orang yang pernah bercerai. Lebih memilih cinta daripada kekuasaan, tanpa pikir panjang, Edward memutuskan untuk turun takhta.

Mengemban tugas yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya

Tindakan mantan raja yang sedang dimabuk kepayang itu menciptakan krisis konstitusional. Dan lagi garis, seperti sebelumnya, suksesi beralih ke keluarga lain. Jika Edward VIII memiliki anak kandung, anaknya itu dapat menggantikan sang ayah. George VI, sang adik, dengan enggan naik takhta menggantikan Edward VIII.

Karena dia tidak memiliki anak laki-laki, putri sulungnya, Elizabeth, menjadi yang pertama dalam antrean. Saat itu, Elizabeth baru berusia 10 tahun.