Nationalgeographic.co.id—Macet menjadi masalah bagi banyak negara, termasuk kota Roma di zaman Romawi kuno. Suara kaki kuda yang lewat, kereta yang berderit, dan teriakan para pedagang menyatu di jalan-jalan nan padat merayap di Roma kuno. Tidak ada taksi daring, motor yang mampu menyalip, atau pun mobil nyaman dengan pendingin udara. Bagi sebagian besar penduduk Roma kuno, jam sibuk adalah mimpi buruk di mana mereka harus menghadapi kemacetan lalu lintas. Seperti apa kemacetan lalu lintas di zaman Romawi kuno?
Bangsa Romawi dikenal akan prestasinya yang luar biasa dalam membangun jalan. Tanpa teknologi canggih seperti di zaman modern, mereka mampu membangun jalan sepanjang 80.000 km. Namun alat transportasi yang digunakan, seperti kereta kuda, tidak memiliki Peredam kejut. Ini membuat perjalanan sedikit tidak nyaman. Ditambah lalu lintas kota Roma yang sangat buruk jika dibandingkan dengan kota-kota lain.
Mengapa Roma memiliki lalu lintas yang lebih buruk daripada kota-kota lainnya?
Kota Roma kuno bukanlah kota yang mandiri. Dengan jumlah penduduk tinggi, Roma kuno bergantung dari kota-kota lain. Ini menyebabkan masuknya karavan dan pedagang yang konstan.
Meski Roma termasuk kota maju di masanya, kota itu memiliki jalan-jalan yang sempit. Jalur-jalur sering tidak konsisten. Banyak gerobak dan kereta bahkan tidak bisa masuk melalui gang tanpa menabrak bangunan dan pedagang.
“Juga tidak ada pejabat perencanaan kota untuk merestrukturisasi jalan untuk pertumbuhan kota yang cepat,” tutur Sean Kernan di laman Medium.
Ketika disebutkan bahwa jam sibuk Romawi itu bak mimpi buruk, itu tidak dilebih-lebihkan. Di jam-jam sibuk, kereta bisa saling menabrak. Pedagang mengamuk karena barang dagangan mereka tidak sengaja tersenggol kendaraan. Tombak dan pedang yang diacungkan dan bahkan digunakan pun menjadi pemandangan umum saat kemacetan terjadi.
“Kemacetan terjadi dari segala arah,” Kernan menambahkan. Banyak kendaraan ditarik oleh hewan-hewan besar yang kerap mendapat pukulan dari pengemudinya. Bayangkan jika kuda penarik kereta jatuh kelelahan di tengah kemacetan. Pengemudinya akan kesulitan untuk memindahkan barang-barang yang diangkutnya.
Kemacetan lalu lintas jaman dulu tidak hanya membuat orang menjadi tidak sabar. Kemacetan memiliki pengaruh besar pada masyarakat. Misalnya kisah Oedipus yang tanpa sadar membunuh ayahnya sendiri di persimpangan jalan. Kejadian itu disebabkan karena perselisihan tentang kereta siapa yang berhak jalan. Inilah sebabnya mengapa unit militer didatangkan untuk membantu mengelola kerusuhan di jalan-jalan Roma kuno.
Secara tidak langsung, Roma menjadi korban dari keberhasilannya sendiri.
Julius Caesar yang frustasi menawarkan solusi untuk mengatasi kemacetan
Akhirnya, Julius Caesar menjadi frustrasi dengan kekacauan di jalanan dan kerugian yang ditimbulkannya.
Dia mengeluarkan perintah: “Tidak ada kendaraan yang diizinkan berada di jalan selama 10 jam pertama siang hari. Hanya kendaraan tertentu, personel penting, dan tokoh agama yang dapat menggunakannya.”
Ini menyisakan sekitar dua jam siang dan malam hari bagi kendaraan pasokan reguler masuk ke Roma. Pengaturan ini memungkinkan para pejabat untuk mendapatkan bahan makanan bagi satu juta penduduknya.
Apakah upaya Caesar berhasil? Aturan itu menciptakan peningkatan yang signifikan dalam kualitas hidup orang Romawi. Kerusuhan sosial turun, memberikan manfaat nyata bagi warga sehari-hari.
“Orang-orang dapat bergerak tanpa terjebak dalam perselisihan kekerasan antara orang asing,” ujar Kernan. Satu-satunya masalah bahwa jika seseorang tinggal di dekat rute pasokan. Mereka tidak dapat menikmati siang dan malamnya dengan tenang. Gerobak dan roda terbuat dari besi dan akan menimbulkan suara berisik di jalan.
Banyak penyair dan penulis pada masa itu mengeluhkan kebisingan dan percakapan yang riuh yang terjadi. Semua itu sangat mengganggu ketika mereka berusaha menuangkan ide-ide cemerlang di malam hari.
Caesar kemudian memerintahkan reorganisasi bisnis. Maka, pusat perbelanjaan pertama kali dibuat. Pihak berwenang menyadari bahwa mereka perlu memusatkan toko di tempat-tempat tertentu. Dan mengatur bagaimana penduduk bergerak di dalam kota.
Reorganisasi dan pengaturan itu memungkinkan pasokan transportasi untuk berkonsolidasi dalam kelompok vendor tertentu. Kebijakan Caesar sangat efektif sehingga berlanjut selama lebih dari 200 tahun setelah kematiannya.
Baca Juga: Kisah Pilu di Balik Perdagangan Hewan-Hewan Eksotis di Romawi
Baca Juga: Anubis, Dewa dengan Rupa Serigala yang Disembah di Mesir hingga Romawi
Baca Juga: Monte Testaccio, Bukit Peninggalan Romawi yang Terbentuk dari Sampah
Baca Juga: Eksekusi Memalukan Pengkhianat Romawi: Dilempar dari Tebing Tarpeian
Semua ini hanya mungkin karena rekayasa dan inovasi Romawi yang fantastis. Salah satunya adalah inovasi beton yang pertama kali digunakan secara massal di kota-kota mereka. Teknologi ini hilang selama 1000 tahun setelah jatuhnya kekaisaran Romawi. Lagi pula, sebagian besar peradaban tidak bermaksud menuliskan ide-ide cemerlang untuk penakluk mereka.
Masalah lalu lintas Romawi, warisan hidup yang bertahan hingga kini
Apakah masalah kemacetan di Roma teratasi? Sayangnya, kota Roma modern menghadapi masalah yang sama dengan warna yang berbeda.
Saat ini, kota abadi itu berjuang untuk memperluas dan membangun jalan serta terowongan baru. Pasalnya, begitu banyak situs arkeologi ditemukan. Dalam 40 tahun terakhir, mereka telah menemukan beberapa kompleks militer, amfiteater, pemandian, dan gedung pemerintah.
Hukum Italia mengharuskan konstruksi untuk segera dihentikan setelah menemukan sesuatu yang mungkin merupakan peninggalan kuno.
Seperti julukan Roma sebagai kota abadi, tampaknya Roma menghadapi masalah yang abadi. Kemacetan lalu lintas di jam sibuk yang menjadi mimpi buruk.