Nationalgeographic.co.id—Romawi kuno sering dikaitkan dengan kecakapan militer, perintis institusi politik, dan prestasi teknik. Peninggalan Romawi yang bertahan hingga saat ini biasanya berupa bangunan megah dan karya seni. Semua peninggalan itu dipuji-puji sebagai bukti kebesaran peradaban Romawi. Itu menunjukkan betapa berbedanya kehidupan di zaman Romawi kuno dengan zaman modern. Namun ternyata, ada beberapa aspek kehidupan orang Romawi yang mirip dengan kehidupan orang modern sehari-hari.
Apartemen bertingkat tinggi
Orang Romawi tinggal di bangunan yang dikenal sebagai insula, dalam bahasa Latin artinya pulau. Di zaman modern, insula ini mirip dengan flat atau apartemen.
“Insula adalah bangunan yang mengesankan pada masanya,” ungkap Tom Brown di laman History Hit. Apartemen kuno ini dibangun dari kayu, bata lumpur dan kemudian, beton khas Romawi.
Yang jadi kendala, insula sangat mudah terbakar dan rentan runtuh. Oleh karena itu, pembatasan ketinggian insula pun ditetapkan oleh kaisar untuk memastikan keamanannya.
Insula menjamur di seluruh Kekaisaran Romawi. Flat kuno ini disewakan bagi warga dari berbagai tingkat ekonomi. Seperti apartemen modern, insula dirancang untuk menampung orang sebanyak mungkin.
Salah satu yang tertinggi ditemukan di Roma, Insula Felicles, diyakini memiliki setidaknya 9 lantai. Satu-satunya insula yang tersisa di Roma adalah Insula dell'Ara Coeli. Memiliki 5 lantai mungkin lebih, bangunan ini berasal dari abad ke-2.
Baca Juga: Pelajaran Berharga dari Wabah Antoninus yang Mematikan di Masa Romawi
Baca Juga: Kekaisaran Romawi di Mata Orang Tiongkok Kuno pada Abad ke-3
Baca Juga: Bak Mimpi Buruk, Begini Kemacetan Lalu Lintas di Zaman Romawi Kuno
Lantai dasar insula biasanya digunakan sebagai toko atau bisnis lain. Apartemen-apartemen lantai pertama ini sering kali diperuntukkan bagi mereka yang lebih kaya.
Apartemen lantai pertama atau mungkin kedua sering memiliki fasilitas lengkap, termasuk air mengalir dan sanitasi. Semakin tinggi tempat tinggal orang Romawi, semakin murah biayanya karena kondisinya semakin memburuk.
Pasalnya, tingkat yang lebih tinggi tidak memiliki akses ke air mengalir serta memiliki lebih sedikit atau tidak ada jendela. Lantai-lantai atas seringkali tidak lagi menjadi hunian tunggal tetapi mungkin ruang bersama antara beberapa keluarga atau kelompok. “Itulah mengapa harganya lebih murah jika dibandingkan dengan lantai pertama,” imbuh Brown.
Di antara bangunan-bangunan insula, terdapat jalan-jalan sempit. Dikelilingi oleh bangunan-bangunan tinggi dan lorong-lorong gelap, ini menjadi tempat berbahaya. Bukan hanya karena kejahatan, tetapi juga ubin yang jatuh atau kotoran manusia. Maka, berjalan-jalan di jalan Romawi di malam hari bisa sangat berbahaya.
Di Romawi kuno, popina pada dasarnya adalah bar. Ini bisa berupa bar di tempat kumuh hingga bar mewah. Popina sering dikunjungi oleh lapisan masyarakat Romawi yang lebih rendah seperti orang miskin, budak atau orang asing di Roma. Di sana mereka bersosialisasi, berjudi, atau bahkan bertransaksi dengan pelacur.
Popina dipandang sebagai tempat yang tidak bermoral, pusat kejahatan dan ketidakpuasan masyarakat. Sementara orang kaya biasanya menikmati anggur di rumah, orang miskin pergi ke popina untuk berpesta pora. Aktivitas ini tercermin dalam karya seni yang terlihat di tembok-tembok bar. Ini menunjukkan humor khas bar Romawi dan juga sentiment anti kemapanan.
Makanan yang disajikan biasanya berupa zaitun, roti dan semur dan berbagai anggur yang bervariasi dalam kualitas dan harga. Bagi sebagian besar orang Romawi, popina menjadi tempat untuk makan, minum, dan berkumpul dengan teman-teman. “Pemandangan yang tidak berbeda dengan bar dan pub modern di kota-kota di seluruh dunia,” Brown menambahkan.
Orang Romawi kuno mengunjungi thermopolium untuk mendapatkan makanan hangat saat berada di luar rumah. Thermopolium setara dengan restoran cepat saji ala Romawi. Ini merupakan bagian penting dari kehidupan kota di zaman Romawi, sama seperti sekarang ini.
Thermopolium memiliki banyak kesamaan dengan popina. Kedua tempat tersebut sering dikunjungi oleh warga miskin yang tidak memiliki dapur sendiri. Otomatis, tempat ini sering dipandang rendah oleh masyarakat kelas atas.
Thermopolium memiliki desain yang mengingatkan pada tempat makanan cepat saji modern. Bagian depan toko memiliki konter yang terletak di sepanjang jalan depan, menyajikan makanan panas kepada pelanggan yang lewat. Sedangkan barang-barang lainnya ditampilkan di belakang penjaga toko.
Thermopolium menawarkan makanan cepat dan mudah kepada orang-orang di jalan-jalan Romawi. Biasanya orang-orang tersebut harus bekerja keras selama berjam-jam untuk memenuhi kebutuhan. Sehingga mereka tidak sempat membuat makanan sendiri di rumah yang sempit. Selain itu, tidak semua orang memiliki dapur. Jadi thermopolium menjadi pilihan cepat dan mudah.
Meski sudah berlalu selama ribuan tahun, ada beberapa hal yang tidak berubah dari zaman Romawi kuno hingga zaman modern.