Orang-orang Konghucu juga menentang kebijakan Kaisar Yongle yang menempatkan kasim pada posisi tinggi. “Mereka melihat Cheng Ho, seorang laksamana kasim, sebagai ancaman besar,” ungkap Bileta.
Pada 1424, Kaisar Yongle meninggal saat memimpin kampanye melawan bangsa Mongol di utara. Putranya segera menghentikan ekspedisi yang mahal. Ia mengalihkan dana untuk pengeluaran militer, termasuk pembangunan kembali dan perluasan Tembok Besar. Namun pada tahun 1431, kaisar Xuande, cucu Zhu Di, menyetujui pelayaran ketujuh.
Baca Juga: Penemuan Mumi Perempuan Singkap Gaya Hidup Zaman Dinasti Ming
Baca Juga: 'Marco Polo' Tiongkok, Pengelana Pertama ke Eropa di Abad Ke-13
Armada Harta Karun mengikuti rencana perjalanan yang sudah dikenal. Mereka berlabuh di Vietnam dan Malaka sebelum transit di Selat Malaka dan memasuki Samudra Hindia.
Setelah kunjungan ke Ceylon dan Calicut di ujung selatan India, kapal-kapal mendapatkan angin monsun yang menguntungkan yang membawa mereka ke Hormuz. Terletak di pintu masuk ke Teluk Persia, Hormuz adalah titik kunci, tempat pertemuan jalan sutra laut dan darat.
Setelah melakukan perjalanan ke kota-kota suci Islam, Makkah, dan Madinah, Cheng Ho berkelana lebih jauh ke Timur. Ia mencapai pantai Afrika Timur dan berlayar sejauh Zanzibar, titik terjauh ekspedisi. Dipenuhi dengan hadiah upeti dan pejabat asing, Armada Harta Karun kembali ke Tiongkok pada bulan September 1433, mengakhiri misi sukses lainnya.
Makam tanpa jasad
Armada, bagaimanapun, kembali kehilangan satu anggota awak penting. Laksamana Cheng Ho, yang menjadi kapten armada besar Tiongkok Ming dan memimpin ketujuh ekspedisi, tidak ada di kapal.
Laksamana berusia 62 tahun itu meninggal dalam perjalanan pulang dan dimakamkan di laut. Sebuah makam simbolis yang berisi topi dan pakaian laksamana agung dibangun tepat di luar Nanjing. Makam tersebut masih bisa dikunjungi hingga kini. Mungkin inilah mengapa Cheng Ho mendirikan dan menulis prasasti agungnya, mengetahui bahwa waktunya sudah dekat.
Dengan kematian faktor kunci ekspedisi, para Konfusianisme memulai kampanye untuk secara sistematis menghancurkan semua catatan pelayaran Cheng Ho.
Kaisar, yang sepenuhnya disibukkan dengan bangsa Mongol dan konstruksi pertahanan di utara, menghentikan pelayaran untuk selamanya. Ia pun memerintahkan penghancuran Armada Harta Karun.
Dalam dekade berikutnya, sistem anak sungai runtuh. Sebaliknya, Dinasti Ming berbalik ke dalam, menutup diri dari dunia. Setelah pelayaran terakhir Cheng Ho, Disnasti Ming meninggalkan panggung dunia.
Dalam ironi akhir, Tiongkok menarik diri dari panggung dunia hanya beberapa dekade sebelum penjelajah Eropa berkelana melintasi laut lepas. Saat itu, dunia memasuki Zaman Eksplorasi.
Meski negara-negara barat menjadi negara adidaya maritim, tidak ada yang dapat menandingi Armada Harta Karun Cheng Ho. Baik dari segi ukuran kapal, jumlah awak, maupun kehebatannya.
Selain itu, hadiah kecil pelaut Eropa gagal untuk mengesankan penduduk setempat. Mereka masih ingat dengan jelas barang-barang berharga dan artefak yang dibawa oleh Cheng Ho, yang pastinya jauh lebih mewah.
Namun, era Armada Harta Karun telah berakhir. Dengan menutup diri, Dinasti Ming kehilangan kesempatan untuk unjuk gigi. Prestise internasional Tiongkok berangsur-angsur memudar. Ketika Tiongkok akhirnya bangkit dari tidur panjangnya, ia menghadapi dunia yang jauh berbeda. Dan armada asing pun menguasai lautan lepas.