Nationalgeographic.co.id - Banyak yang menilai program transmigrasi—memindahkan jutaan orang dari daerah padat penduduk ke daerah yang jarang penduduknya—dapat mendukung distribusi sumber daya yang adil. Di sisi lain, praktik ini dikritik banyak pihak karena dinilai mendorong kebijakan integrasi nasional yang dipelopori oleh kepentingan etnis mayoritas.
Di Indonesia, praktik ini sangat besar pada masa Orde Baru atau saat kepresidenan Soeharto pada 1980-an. Kebanyakan orang-orang dari Pulau Jawa, Kalimantan, dan Sumatra, dipindahkan ke daerah lain di pulau lain atau daerah lain. Daerah yang menampung transmigran juga menjaga identitas mereka, termasuk bahasa.
Sebenarnya, transmigrasi sudah lama dilakukan sejak zaman Hindia Belanda di tahun 1905, bahkan oleh presiden pertama Indonesia Sukarno tahun 1950-an. Program transmigrasi, baik di masa Hindia Belanda maupun setelah kemerdekaan Indonesia, memindahkan para transmigran untuk bekerja di sektor perkebunan.
Banyak yang percaya, pada sisi kemanusiaan, transmigrasi bisa memberikan kemajuan pada penduduk asli di daerah. Namun, terkadang ada ketimpangan antar-kelompok masyarakat di daerah penampung transmigran.
Penelitian terbaru oleh University of Turku, University of Sydney, dan University of Western Australia, menengok kembali program lama ini. Penelitian itu diterbitkan di Journal of Rural Studies bertajuk "Transmigration programs and migrant positions in rural community knowledge networks."
Para peneliti mengamati bagaimana struktur jaringan pengetahuan dalam komunitas yang menampung transmigran beberapa dekade. "Dibutuhkan satu generasi untuk berintegrasi dengan baik ke dalam komunitas adopsi mereka," kata Ayu Pratiwi, penulis utama makalah penelitian dan peneliti pascadoktoral dari Turku School of Economics di University of Turku, Finlandia.
Penelitian yang dipimpin Ayu itu, menemukan bahwa terdapat perubahan penting dalam komposisi populasi di komunitas tuan rumah. Keturunan transmigran sangat mendominasi, bahkan menjadi aktor yang sangat berpengaruh dalam jaringan pengetahuan masyarakat tuan rumah.
Generasi yang lahir dari transmigran mendapat manfaat dari hubungan budaya yang kuat dengan wilayah itu, terang para peneliti. Hal itu disebabkan mereka lahir di sana, sehingga punya keterikatan yang kuat dalam komunitas daerahnya.
Baca Juga: Tiga Sisa Jasad di Pulau Alor Ungkap Migrasi Terawal Manusia Indonesia
Baca Juga: Museum Nasional Ketransmigrasian Lampung, Rekam Jejak Transmigran Pertama
Baca Juga: Orang Dayak Iban Tahu Pohon Terap Ada Dua Jenis, Kini Terbukti Ilmiah
Baca Juga: Kiris Air dan Ribuan Penduduk yang Terkena Gangguan Mental setelahnya