Seorang Pria di Inggris Terinfeksi COVID-19 400 Hari, Kok Bisa?

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Kamis, 10 November 2022 | 13:00 WIB
Ilustrasi pasien kritis Covid-19. Pria ini terinfeksi virus corona selama 400 hari. Kenapa bisa? (Halfpoint/Shutterstock)

Baca Juga: Walau Corona adalah Pandemi Zoonosis, Tren Pelihara Satwa Liar Marak

Baca Juga: Inilah Cara Mengatasi Brain Fog atau Kabut Otak Pasca COVID-19

Baca Juga: Pandemi Telah Mengubah Kepribadian Kita Menjadi Lebih Murung

Baca Juga: Dunia Hewan: Tak Semua Satwa Liar Pulih selama Kuncitara COVID-19

    

"Saat ini, semua orang terinfeksi omicron, tetapi ketika kita melihat virusnya, itu adalah sesuatu yang sudah ada sejak lama—jauh sebelum omicron, jauh sebelum delta dan bahkan sebelum alpha. Jadi itu adalah salah satu varian awal yang lebih tua dari awal pandemi," kata penulis pertama studi Luke Blagdon Snell pada Washington Post.

Dia adalah spesialis penyakit menular di Guy’s and St Thomas’ NHS Foundation Trust, Inggris. Oleh karena penelitian itu, tim memberi pasien pengobatan antibodi gabungan yang terbukti efektif melawan serangan infeksi tersebut.

Selain itu, ada kasus lain yang disoroti para peneliti. Dua kasus lainnya, berdasarkan pengurutan genetik, pasien yang diduga menderita infeksi berkepanjangan sebenarnya telah terinfeksi ulang dengan jenis virus yang baru. Setelah hasil diketahui, dokter mereka pun mengubah tata cara perawatannya.

Mereka berpendapat, infeksi kronis yang lama seperti ini jarang terjadi. Infeksi ini sulit diobati karena kemunculan varian baru terus-menerus membuat antibodi penetralisasinya tidak efektif. Kasus terlama yang diketahui hingga saat ini adalah pada pasien yang dites positif selama 505 hari sebelum meninggal dan dirawat oleh tim yang sama.

"Tapi pasti ada perbedaan antara infeksi komunitas normal yang sembuh dalam waktu dua minggu," terang Snell. Misalnya, dalam kebanyakan kasus, dan sebagian kecil pasien ternyata kelainan imun, sehingga berisiko terinfeksi kronis lebih dari enam minggu.

"Beberapa orang dengan sistem kekebalan yang lemah masih berisiko sakit parah dan terinfeksi terus-menerus. Kami masih bekerja untuk memahami cara terbaik untuk melindungi dan mengobati mereka," lanjutnya.