Canggih, AI Mampu Deteksi Depresi Seseorang Hanya Lewat Suara

By Hanny Nur Fadhilah, Minggu, 27 November 2022 | 07:00 WIB
AI dapat menjadi alat yang berguna untuk menyaring depresi dengan mengenali biomarker dalam suara manusia. (Getty images)

Nationalgeographic.co.id – Pencegahan adalah kuncinya. Kata kata bijak sering diucapkan oleh para praktisi medis. Ada sedikit argumen bahwa hasil pengobatan yang paling menguntungkan sering kali dihasilkan dari 'menangkap' suatu penyakit pada tahap awal. Misalnya, jika kita merasakan nyeri terus-menerus di lutut saat berlari, sebaiknya temui dokter lebih awal karena terus berlari dapat menyebabkan kerusakan lebih lanjut, bahkan mungkin mengarah ke pembedahan.

Kondisi kesehatan mental juga demikian, tetapi mungkin lebih sulit untuk ‘ditangkap’. Misalnya ketika depresi, kita mungkin mulai merasa lelah, kurang termotivasi, atau mudah tersinggung. Sering kali, kita mencoba untuk mengelak, bahkan menyalahkan faktor lain seperti stres, cuaca, atau masalah medis lainnya sampai efeknya cukup signifikan sehingga kita memang membutuhkan bantuan profesional. Pada saat kita sampai pada titik ini, depresi mungkin lebih sulit diobati. Mungkin kita telah bergumul selama berminggu-minggu, terkadang bahkan bertahun-tahun.

Pola perilaku dan konsistensi adalah keunggulan otak manusia. Namun kita juga bisa mengembangkan pola maladaptive, dan memecahkan konsistensi ini setelah penguatan bertahun-tahun menimbulkan tantangan yang cukup besar. Namun, bagaimana jika ada cara berbeda untuk mengetahui tanda dan gejala depresi yang sangat dini hanya dengan menggunakan suara manusia?

Metode skrining depresi saat ini seringkali subyektif, terdiri dari kuesioner, laporan diri, atau observasi perilaku. Bahkan baterai psikologis tertentu yang divalidasi secara empiris datang dengan bias subyektif. Hal ini mengarah pada kemungkinan “ya-mengatakan” atau “nay-mengatakan” sehubungan dengan interpretasi (misalnya, individu mungkin melebih-lebihkan atau meremehkan gejala mereka).

Selanjutnya, individu mungkin secara sadar tidak menyadari keparahan gejala mereka. Saat ditanya, “Bagaimana selera makan Anda?” klien mungkin melaporkan makan tiga kali sehari yang dianggap "normal", tetapi tidak melaporkan atau tidak menyadari bahwa jumlah yang dia makan jauh lebih sedikit daripada sebelumnya. Sebagian besar dokter yang terampil dilatih tidak hanya untuk mengajukan pertanyaan tindak lanjut yang tepat tetapi juga untuk menilai isyarat perilaku, termasuk posisi tubuh, kontak mata, tingkah laku, dan suara.

Biomarker Pidato

Pidato klien adalah bagian penting dari sesuatu yang disebut "pemeriksaan status mental" yang diselesaikan dalam penilaian psikologis. Klien diamati pada nada bicara/suara, volume, irama, kelancaran, ritme, laju, nada, dll. Penanda ini adalah descriptor penting saat menilai tingkat depresi. Karena seorang dokter perlu menyaring sejumlah besar informasi dalam waktu singkat, banyak informasi halus atau terselubung juga dapat terlewatkan. Dengan demikian, perusahaan seperti Kintsugi telah mengembangkan biomarker suara AI (Artificial Intelligence) yang mereka klaim dapat mendeteksi depresi dengan akurasi 80 persen dibandingkan dengan sekitar 50 persen akurasi dokter manusia. Yang lebih mengesankan adalah mereka mengeklaim semua ini dapat dilakukan hanya dengan klip suara beberapa detik.

Menggunakan Kecerdasan Buatan

Prosesnya sederhana. Klien mengirimkan klip suara berdurasi beberapa detik. Fokusnya bukan pada kata-kata yang diucapkan tetapi pada bagaimana kata-kata itu diucapkan.

“Dengan memproses audio ini, kami dapat memecah rekaman suara beberapa detik menjadi sinyal dengan ribuan karakteristik unik, sebuah proses yang disebut pemrosesan sinyal audio." ujar David Liu, CEO Sonde Health.

 Baca Juga: Melihat dan Mendengar Burung Berdampak Baik bagi Kesehatan Mental

 Baca Juga: Ilmuwan Menemukan Petunjuk Mengapa Depresi Pada Wanita Sulit Diobati

 Baca Juga: Dokter Menyarankan Pasien untuk Menghabiskan Waktu di Alam Terbuka